Photobucket

MENGENAL BRANDAL LOKAJAYA

Kamis, 30 September 2010 | 0 komentar

SUNAN KALIJAGA itu aslinya bernama Raden Said. Putra Adipati Tuban Tumenggung Wilatikta. Tumenggung Wilatikta seringkali disebut Raden Sahur, walau dia termasuk keturunan Ranggalawe yang beragama Hindu tapi Raden Sahur sendiri sudah masuk agama Islam.Sejak kecil Raden Said sudah diperkenalkan kepada agama Islam oleh guru agama Kadipaten Tuban. Tetapi karena melihat keadaan sekitar atau lingkungan yang kontradiksi dengan kehidupan rakyat jelata maka jiwa Raden Said berontak.Gelora jiwa muda Raden Said seakan meledak-ledak manakala melihat praktek oknum pejabat Kadipaten Tuban di saat menarik pajak pada penduduk atau rakyat jelata.Rakyat yang pada waktu itu sudah sangat menderita dikarenakan adanya musim kemarau panjang, semakain sengsara, karena mereka harus membayar pajak yang kadangkala tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Bahkan jauh dari kemampuan mereka.

Seringkali jatah mereka untuk persediaan menghadapi musim panen berikutnya sudah disita para penarik pajak.Walau Raden Said putra seorang bangsawan dia lebih menyukai kehidupan yang bebas, yang tidak terikat oleh adat istiadat kebangsawanan. Dia gemar bergaul dengan rakyat jelata atau dengan segala lapisan masyarakat, dari yang paling bawah hingga yang paling atas. Justru karena pergaulannya yang supel itulah dia banyak mengetahui seluk-beluk kehidupan rakyat Tuban.Niat untuk mengurangi penderitaan rakyat sudah disampaikan kepada ayahnya. Tapi agaknya ayahnya tak bisa berbuat banyak. Dia cukup memahaminya pula posisi ayahnya sebagai adipati bawahan Majapahit. Tapi niat itu tak pernah padam. Jika malam-malam sebelumnya dia sering berada di dalam kamarnya sembari mengumandangkan ayat-ayat suci Al-Qur'an maka sekarang dia keluar rumah.Di saat penjaga gudang Kadipaten tertidur lelap, Raden Said mengambil sebagian hasil bumi yang ditarik dari rakyat untuk disetorkan ke Majapahit.

Bahan makan itu dibagi-bagikan kepada rakyat yang sangat membutuhkannya. Hal ini dilakukan tanpa sepengetahuan mereka.Tentu saja rakyat yang tak tahu apa-apa itu menjadi kaget bercampur girang menerima rejeki yang tak diduga-duga. Walau mereka tak pernah tahu siapa gerangan yang memberikan rejaki itu sebabnya Raden Said melakukannya di malam hari secara sembunyi-sembunyi.Bukan hanya rakyat yang terkejut atas rezeki yang seakan turun dari langit itu. Penjaga gudang Kadipaten juga merasa kaget, hatinya kebat-kebit, soalnya makin hari barang-barang yang hendak disetorkan ke pusat kerajaan Majapahit itu makin berkurang.Ia ingin mengetahui siapakah pencuri barang hasil bumi di dalam gudang itu. Suatu malam ia sengaja mengintip dari kejauhan, dari balik sebuah rumah, tak jauh dari gudang Kadipaten.

Dugaannya benar, ada seseorang membuka pintu gudang, hampir tak berkedip penjaga gudang itu memperhatikan, pencuri itu. Dia hampir tak percaya, pencuri itu adalah Raden Said, putra junjungannya sendiri.Untuk melaporkannya sendiri kepada Adipati Wilatikta ia tak berani. Khawatir dianggap membuat fitnah. Maka penjaga gudang itu hanya minta dua orang saksi dari sang Adipati untuk memergoki pencuri yang mengambil hasil bumi rakyat yang tersimpan di gudang.Raden Said tak pernah menyangka bahwa malam itu perbuatannya akan ketahuan. Ketika ia hendak keluar dari gudang sambil membawa bahan-bahan makanan tiga orang prajurit Kadipaten menangkapnya beserta barang bukti yang dibawanya.

Raden Said dibawa kehadapan ayahnya. Adipati Wilatikta marah melihat perbuatan anaknya itu. Raden said tidak menjawab untuk apakah dia mencuri barang-barang hasil bumi yang hendak disetorkan ke Majapahit itu. Tapi untuk itu Raden Said harus mendapat hukuman, karena kejahatan mencuri itu baru pertama kali dilakukannya maka dia hanya mendapat hukuman cambuk dua ratus kali pada tangannya. Kemudian disekap selama beberapa hari, tak boleh keluar rumah. Jerakah Raden Said atas hukuman yang sudah diterimanya? Sesudah keluar dari hukuman dia benar-benar keluar dari lingkungan istana. Tak pernah pulang sehingga membuat cemas ibu dan adiknya. Apa yang harus dilakukan Raden Said selanjutnya?Dia mengenakan topeng khusus, berpakaian serba hitam dan kemudian merampok harta orang-orang kaya di Kabupaten Tuban. Terutama orang kaya yang pelit dan para pejabat Kadipaten yang curang.Harta hasil rampokan itupun diberikan kepada fakir miskin dan orang-orang yang menderita lainnya. Tapi ketika perbuatannya ini mencapai titik jenuh ada saja orang yang bermaksud mencelakakannya.

Ada seorang pemimpin perampok sejati yang mengetahui aksi Raden Said menjarah harta pejabat kaya, kemudian pemimpin rampok itu mengenakan pakaian serupa dengan pakaian Raden Said, bahkan juga mengenakan topeng seperti topeng Raden Said juga.Pada suatu malam, Raden Said yang baru saja menyelesaikan shalat Isya’ mendengar jerit tangis para penduduk desa yang kampungnya sedang dijarah perampok. Dia segera mendatangi tempat kejadian itu. Begitu mengetahui kedatangan Raden Said kawanan perampok itu segera berhamburan melarikan diri. Tinggal pemimpin mereka yang sedang asyik memperkosa seorang gadis cantik.Raden Said mendobrak pintu rumah si gadis yang sedang diperkosa. Didalam sebuah kamar dia melihat seseorang berpakaian seperti dirinya, juga mengenakan topeng serupa sedang berusaha mengenakan pakaiannya kembali. Rupanya dia sudah selesai memperkosa gadis itu.Raden Said berusaha menangkap perampok itu. Namun pemimpin rampok itu berhasil melarikan diri. Mendadak terdengar suara kentongan bertalu-talu, penduduk dari kampung lain berdatangan ke tempat itu.

Pada saat itulah si gadis yang baru diperkosa perampok tadi menghamburkan diri dan memegang erat-erat tangan Raden Said. Raden Said pun jadi panik dan kebingungan. Para pemuda dari kampung lain menerobos masuk dengan senjata terhunus. Raden Said ditangkap dan dibawa ke rumah kepala desa.Kepala desa yang merasa penasaran mencoba membuka topeng di wajah Raden Said. Begitu mengetahui siapa orang dibalik topeng itu sang kepala desa jadi terbungkam.Sama sekali tak disangkanya bahwa perampok itu adalah putra junjungannya sendiri yaitu Raden Said. Gegerlah masyarakat pada saat itu. Raden Said dianggap perampok dan pemerkosa. Si gadis yang diperkosa adalah bukti kuat dan saksi hidup atas kejadian itu.Sang kepala desa masih berusaha menutup aib junjungannya. Diam-diam ia membawa Raden Said ke istana Kadipaten Tuban tanpa diketahui orang banyak.Tentu saja sang Adipati menjadi murka.

Raden Said yang selama ini selalu merasa sayang dan selalu membela anaknya kali ini juga naik pitam. Raden Said diusir dari wilayah Kadipaten Tuban.“Pergi dari Kadipaten Tuban ini! Kau telah mencoreng nama baik keluargamu sendiri! Pergi! Jangan kembali sebelum kau dapat menggetarkan dinding-dinding istana Kadipaten Tuban ini dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang sering kau baca di malam hari!”.Sang Adipati Wilatikta juga sangat terpukul atas kejadian itu. Raden Said yang diharapkan dapat mengggantikan kedudukannya selaku Adipati Tuban ternyata telah menutup kemungkinan kearah itu. Sirna sudah segala harapan sang Adipati. Hanya ada satu orang yang tak dapat mempercayai perbuatan Raden Said, yaitu Dewi Rasawulan, adik Raden Said itu berjiwa bersih luhur dan sangat tidak mungkin melakukan perbuatan keji. Dewi Rasawulan yang sangat menyayangi kakaknya itu merasa kasihan, tanpa sepengetahuan ayah dan ibunya dia meninggalkan istana Kadipaten Tuban untuk mencari Raden Said untuk diajak pulang.Kemanakah Raden Said sesudah diusir dari Kadipaten Tuban? Ternyata ia mengembara tanpa tujuan pasti.

Pada akhirnya dia menetap di hutan Jatiwangi. Selama bertahun-tahun dia menjadi perampok budiman. Mengapa disebut perampok budiman? Karena hasil rampokan itu tak pernah dimakannya. Seperti dulu, selalu diberikan kepada fakir miskin.Yang dirampoknya hanya para hartawan atau orang kaya yang kikir, tidak menyantuni rakyat jelata, dan tidak mau membayar zakat.Di hutan Jatiwangi dia membuang nama aslinya. Orang menyebutnya sebagai Brandal Lokajaya.Pada suatu hari, ada seorang berjubah putih lewat di hutan Jatiwangi. Dari jauh Brandal Lokajaya sudah mengincarnya. Orang itu membawa sebatang tongkat yang gagangnya berkilauan.Terus diawasinya orang tua berjubah putih itu. Setelah dekat dia hadang langkahnya. Tanpa banyak bicara lagi direbutnya tongkat itu dari tangan lelaki berjubah putih. Karena tongkat itu dicabut dengan paksa maka orang berjubah putih itu jatuh tersungkur.Dengan susah payah orang itu bangun, sepasang matanya mengeluarkan air walau tak ada suara tangis dari mulutnya. Raden Said pada saat itu sedang mengamat-amati gagang tongkat yang dipegangnya.

Ternyata tongkat itu bukan terbuat dari emas hanya gagangnya saja terbuat dari kuningan sehingga berkilauan tertimpa cahaya matahari, seperti emas. Raden Said heran melihat orang itu menangis. Segera diulurkannya kembali tongkat itu, “Jangan menangis, ini tongkatmu kukembalikan”.“Bukan tongkat ini yang kutangisi”, ujar lelaki itu sembari memperlihatkan beberapa batang rumput ditelapak tangannya. “Lihatlah! Aku telah berbuat dosa, berbuat kesia-siaan. Rumput ini tercabut ketika aku jatuh tersungkur tadi”. “Hanya beberapa lembar rumput. Kau merasa berdosa?” tanya Raden Said heran.“Ya, memang berdosa! Karena kau mencabutnya tanpa suatu keperluan. Andaikata kucabut guna makanan ternak itu tidak mengapa. Tapi untuk suatu kesia-siaan benar-benar suatu dosa!” jawab lelaki itu.

Hati Raden Said agak tergetar atas jawaban yang mengandung nilai iman itu.“Anak muda sesungguhnya apa yang kau cari di hutan ini?”“Saya menginginkan harta”“Untuk apa?”“Saya berikan kepada fakir miskin dan penduduk yang menderita”. “Hem, sungguh mulia hatimu, Sayang......caramu mendapatkan-nya yang keliru”.“Orang tua......apa maksudmu?”.“Boleh aku bertanya anak muda”, desah orang tua itu, “Jika kau mencuci pakaianmu yang kotor dengan air kencing, apakah tindakanmu itu benar?”. “Sungguh perbuatan bodoh,” sahut Raden Said. “Hanya menambah kotor dan bau pakaian itu saja”.Lelaki itu tersenyum, “Demikian pula amal yang kau lakukan. Kau bersedekah dengan barang yang di dapat secara haram, merampok atau mencuri, itu sama halnya mencuci pakaian dengan air kencing”.Raden Said tercekat. Lelaki itu melanjutkan ucapannya, “Allah itu adalah Zat yang baik, hanya menerima amal dari barang yang baik atau halal”.Raden Said makin tercengan mendengar keterangan itu. Rasa malu mulai menghujam lubuh hatinya. Betapa keliru perbuatannya selama ini. Dipandangnya sekali lagi wajah lelaki berjubah putih itu.

Agung dan terasa berwibawa, namun mencerminkan pribadi yang welas asih. Dia mulai suka dan tertarik pada lelaki berjubah putih itu.“Banyak hal yang terkait dalam usaha mengentas kemiskinan dan penderitaan rakyat pada saat ini. Kau tidak bisa merubahnya hanya dengan memberi bantuan makan dan uang kepada para penduduk miskin. Kau harus memperingatkan para penguasa yang zalim agar mau merubah caranya memerintah yang sewenang-wenang, kau juga harus dapat membimbing rakyat agar dapat meningkatkan taraf kehidupannya!”.Raden Said semakin terpana, ucapan seperti itulah yang didambakannya selama ini. “Kalau kau tak mau kerja keras, dan hanya ingin beramal dengan cara yang mudah maka ambillah itu. Itu barang halal. Ambillah sesukamu!”.Berkata demikian lelaki itu menunjuk pada sebatang pohon aren. Seketika pohon itu berubah menjadi emas seluruhnya.

Sepasang mata Raden Said terbelalak. Dia adalah seorang pemuda sakti, banyak ragam pengalaman yang telah dikecapnya. Berbagai ilmu yang aneh-aneh telah dipelajarinya. Dia mengira orang itu mempergunakan ilmu sihir, kalau benar orang itu mengeluarkan ilmu sihir ia pasti dapat mengatasinya.Tapi, setelah ia mengerahkan ilmunya, pohon aren itu tetap berubah menjadi emas. Berarti orang itu tidak mempergunakan sihir. Ia benar-benar merasa heran dan penasaran, ilmu apakah yang telah dipergunakan orang itu sehingga mampu merubah pohon aren berubah menjadi emas?Selama beberapa saat Raden Said terpukau ditempatnya berdiri. Dia mencoba memanjat pohon aren itu. Benar-benar berubah menjadi emas seluruhnya. Ia ingin mengambil buah aren yang telah berubah menjadi emas berkilauan itu. Mendadak buah aren itu rontok, berjatuhan mengenai kepala Raden Said. Pemuda itu terjerembab ketanah. Roboh dan pingsan.Ketika ia sadar, buah aren yang rontok itu telah berubah lagi menjadi hijau seperti aren-aren yang lainnya. Raden Said bangkit berdiri, mencari orang berjubah putih tadi. Tapi yang dicarinya sudah tak ada di tempat.Ucapan orang tua itu masih terngiang ditelinganya.

Tentang beramal dengan barang haram yang disamakan dengan mencuci pakaian dengan air kencing. Tentang berbagai hal yang terkait dengan upaya memberantas kemiskinan.Raden Said mengejar orang itu. Segenap kemampuan dikerahkannya untuk berlari cepat akhirnya dia dapat melihat bayangan orang itu dari kejauhan.Sepertinya santai saja orang itu melangkahkan kakinya, tapi Raden Said tak pernah bisa menyusulnya. Jatuh bangun, terseok-seok dan berlari lagi, demikianlah, setelah tenaganya terkuras habis dia baru sampai dibelakang lelaki berjubah putih itu.Lelaki berjubah putih itu berhenti, bukan karena kehadiran Raden Said melainkan di depannya terbentang sungai yang cukup lebar. Tak ada jembatan, dan sungai itu tampaknya dalam, dengan apa dia harus menyeberang.“Tunggu........” ucap Raden Said ketika melihat orang tua itu hendak melangkahkan kakinya lagi.“Sudilah Tuan menerima saya sebagai murid......?” pintanya“Menjadi muridku?” tanya orang itu sembari menoleh. “Mau belajar apa?”“Apa saja, asal Tuan menerima saya sebagai murid...” “Berat, berat sekali anak muda, bersediakah kau menerima syarat-t-syaratnya?”“Saya bersedia....”Lelaki itu kemudian menancapkan tongkatnya di tepi sungai. Raden Said diperintahkan menungguinya.

Tak boleh beranjak dari tempat itu sebelum lelaki itu kembali menemuinya.Raden Said bersedia menerima syarat ujian itu. Selanjutnya lelaki itu menyeberangi sungai. Sepasang mata Raden Said terbelalak heran, lelaki itu berjalan di atas air bagaikan berjalan di daratan saja. Kakinya tidak basah terkena air. Ia semakin yakin bahwa calon gurunya itu adalah seorang lelaki berilmu tinggi, waskita dan mungkin saja golongan para wali.Setelah lelaki itu hilang dari pandangan Raden Said, pemuda itu duduk bersila dia teringat suatu kisah ajaib yang dibacanya di dalam Al-Qur'an yaitu kisah Ashabul Kahfi, maka ia segera berdo'a kepada Tuhan supaya ditidurkan seperti para pemuda di goa Kahfi ratusan tahun silam.

Do'anya dikabulkan. Raden Said tertidur dalam samadinya selama tiga tahun. Akar dan rerumputan telah merambati sekujur tubuhnya dan hampir menutupi sebagian besar anggota tubuhnya.Setelah tiga tahun lelaki berjubah putih itu datang menemui Raden Said. Tapi Raden Said tak bisa dibangunkan. Barulah setelah mengumandangkan adzan, pemuda itu membuka sepasang matanya.Tubuh Raden Said dibersihkan, diberi pakaian baru yang bersih. Kemudian dibawa ke Tuban. Mengapa ke Tuban? Karena lelaki berjubah putih itu adalah Sunan Bonang. Raden Said kemudian diberi pelajaran agama sesuai dengan tingkatannya, yaitu tingkat para waliullah. Di kemudian hari Raden Said terkenal sebagai Sunan Kalijaga. (*)

PANTAI BOOM TUBAN

Rabu, 29 September 2010 | 2 komentar

PANTAI BOOM merupakan pantai bersejarah yang pada zaman kejayaan Majapahit (abad ke XII) merupakan dermaga terbesar. Terletak di sebelah utara alun-alun Tuban dengan hanya 100 M dan merupakan daratan yang menjorok ke laut sepanjang 800 M. Disini sering dimanfaatkan juga sebagai arena memancing bagi warga sekitar pantai.

Di pagi hari sehabis Sholat Subuh, banyak warga Tuban yang dengan sabar menantikan indahnya matahari terbit. Sebaliknya di sore hari Anda akan dengan mudah menyaksikan indahnya matahari terbenam.

Pemda Tuban berencana mengembangkan area ini agar lebih bermanfaat. Proyek ini bertujuan untuk mengubah kawasan yang sekarang ini tidak tertata and kumuh dan yang tidak memiliki nilai estetika and daya tarik ekonomi menjadi Fasilitas Berbelanja dan Rekreasi dimana turis dan warga kota cenderung/tertarik untuk mengunjungi. Lahan yang ada seluas 2,2 Ha, dengan bentuk site yang spesifik (menjulur panjang ke laut) sehingga menjadi tantangan dalam desain arsitektur.

Fasilitas kebutuhan ruang didesain berdasarkan analisis zoning serta sirkulasi. Arsitektur bangunan didasarkan pada konsep eklektik (konsep campuran dari 3 gaya arsitektur yang berada di sekitar site yaitu gaya arsitektur Chinese Klenteng Kwan Sing Bio, arsitektur Jawa Pendopo, dan arsitektur Kolonial Belanda), sehingga pengunjung dapat menikmati kekhasan historis dari arsitektur daerah Tuban ini.


TAHAP AKHIR REHAB PANTAI BOOM

REHAB pembangunan wisata budaya Pantai Boom Tuban memasuki tahap akhir. Dalam pengerjaan tahap dua yang menelan anggaran sekitar Rp 500 juta, itu rekanan tinggal menyelesaikan dua gapura di pintu masuk, prasasti air tawar, dan penyambungan instalasi listrik.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Tuban Choliq Qunnasich mengatakan, tiga item tersebut sudah terselesaikan sekitar 50 persen. Dia memperkirakan, akhir puasa Ramadan, rehab pantai itu sudah tuntas. Menurut Choliq, sebagian besar sarana utama wisata ini sudah dituntaskan pada tahap pertama yang menelan anggaran sekitar Rp 6 miliar. Item yang dibangun pada tahap pertama antara lain, beton keliling penahan gelombang, jogging track, tempat pemancingan, gasebo, dan taman.

Di tempat tersebut rencananya dibangun prasasti pendaratan tentara Tar-Tar. Sehingga, pengunjung yang datang akan mengetahui kalau di daratan yang menjorok ke pantai sepanjang kurang lebih 1 km tersebut merupakan bagian dari sejarah. Kalau sudah jadi, pantai ini akan dikomersilkan dengan tiket masuk. (*)

MENGENAL SUNAN BONANG

Kamis, 23 September 2010 | 0 komentar


SUNAN BONANG itu nama aslinya adalah Raden Makdum Ibrahim. Beliau adalah putra Raden Rahmad sunan Ampel dengan istri pertama Dewi chandrawita dalam sumber lain disebut sebagai Nyai Ageng manila. Dewi chandrawita adalah putri prabu Brawijaya kertabumi. Dengan demikian sunan Ampel dan sunan Bonang itu masih ada hubungan dengan kelurga besar kerajaan majapahit. Seperti lelah di sebutkan di halaman depan Raden makdum Ibrahim sesudah selesai belajar pada sunan Ampel di Surabaya maka bersama raden paku beliau meneruskan pelajarannya ke samudra pasal. Di sana beliau berguru kepada Syeh Maulana Ishak (Paman sunan Ampel) dan beberapa ulama besar ahli tasawwuf berasal dari Baghdad dan Iran. Sunan Bonang terkenal sebagai ahli ilmu kalam atau ilmu tauhid. Sekembalinya raden makdum Ibrahim ke tanah jawa maka beliau berda’wah di daerah tuban. Caranya berda’wah cukup unik dan bijaksana. Beliau dapat mengambil hati rakyat agar mau datang ke masjid.

Beliau menciptakan gending dan tembang yang disukai rakyat dan beliau sangat ahli dalam menyembunyikan permainan gending yang disebut Bonang. Itu sebabnya rakyat tuban kemudian mengenal sebagai Sunan Bonang. Bila beliau membunyikan Bonang rakyat yang mendengar seperti terkena pesona gaib. tanpa sadar mereka melangkah ke arah Masjid. Mereka ingin melihat dan mendengar suara tembang dan suara bonang dari dekat. Sunan Bonang yang cerdik sudah memperhitungkan hal itu maka beliau sudah menyiapkan kolam di depan masjid. Siapa yang mau masuk masjid harus membasuh kakinya.

Bila mereka sudah berkumpul di dalam Masjid maka sunan Bonang mengajari mereka tembang tembang yang berisikan ajaran islam. Pulangnya mereka hafalkan di rumah masing-masing. Sanak keluarga mereka turut menyayikan tembang-tembang itu karena tertarik akan keindahan dan kemerduan lagunya.
Demikianlah cara sunan Bonang berda’wah sedikit demi sedikit merebut simpati rakyat barumenanamkan pengertian yang sesungguhnya tentang islam. Dengan cara itu Islam segera tersebar luas dikalangan penduduk tuban dan sekitarnya. Seperti daerah Baewan, jepara,madura, dan lain-lainnya. Sunan Bonang juga mendirikan pesantren, murid-muridnya berdatangan dari segala penjuru.

Namanya makin hari semakin terkenal sehingga ada seorang brahmana sakti yang merasa iri Brahmana itu kemudian berlayar menuju tuban. Namun belum sampai di pantai tuban perahunya di hantam badai sehingga dia hanyut terbawa arus air laut. Kitab-kitabnya yang berisi ilmu ghaib yang sedianya hendak dijadikan acuan untuk mendebat sunan Bonang ikut tenggelam ke dalam laut. Brahmana sendiri itu pingsan setelah sadar dia mendapati dirinya berada di tepi pantai. Brahmana tersebut celingukan kesana kemari. Tiba-tiba dia melihat seorang lelaki tua berjubah putih berjalan di tepi pantai. Setelah dekat brahmana itu bertanya kepada lelaki berjubah putih. “kisanak, daerah ini apa namanya. Tapi lelaki berjubah putih itu tidak menjawab hanya menancapkan tongakatnya di depan kaki sang brahmana. Kemudian malah balik bertanya kepada sang brahmana. “Apa yang tuan cari di tempat ini “Saya hendak mencari sunan Bonang “jawab sang brahmana.

“Ada keperluan apa tuan mencarinya ?” “Saya akan menantangnya adu kesaktian, adu imlu gaib “kata sang Brahmana. “Tapi saying……kitab-kitab saya berisi catatan ilmu gaib telah tenggelam ke dasar samudra. Lelaki berjubah putih tersebut kemudian mencabut tongkatnya. Dan dalam lubang bekas tancapan itu keluar air jemih dengan derasnya. Sang brahmana kaget, karena air tersebut membawa kitab-kitab yang tenggelam di dasar laut. “Bukankah itu kitab yang kau bawa dari rumahmu ?” Tanya lelaki berjubah putih. “Beb…… benar. Itu adalah kitab-kitab saya…………… “ujar sang Brahmana. Brahmana itu segera berpikir betapa tinggi ilmu lelaki bejubah putih itu. Dapat menyedot kitab-kitab yang tenggelam didasar laut hanya dengan tongkat bututnya. Seratus orang brahmana semacam dia belum tentu dapat melakukan hal ini. Akhirnya Brahmana itu sadar, siapa lagi yang mempunyai kesaktian sedemikian tinggi selain Sunan Bonang sendiri. Maka serta merta dia berjongkok, tunduk dihadapan sunan Bonang. Dan akhirnya menjadi murid sunan Bonang. Tempat air yang memancar itu hingga sekarang masih ada. Dinamakan sumur Srumbung. Namun karena pantai Tuban selama ratusan tahun dikikis oleh air laut maka sumur Srumbung itu sekarang berada agak ke tengah laut. Walaupun letaknya di tengah laut. Sumur itu airnya tetap jernih dan rasanya segar. Inilah keajaiban yang diciptakan wali.

Sunan Bonang kalau berda’wah sering keliling, hingga wafatnya beliau sedang berda’wah di pulau Bawean. Oleh murid-muridnya yang berada di tuban jenazah Sunan Bonang diminta untuk dimakamkan di tuban oleh murid-muridnya yang berada di bawean tidak boleh, mereka menghendaki jenazah Sunan Bonang dikuburkan di pulau Bawean. Malam harinya, murid-murid Sunan Bonang yang berada di Tuban bergerak di pulau Bawean. Penjaga jenazah Sunan Bonang disirep dengan ilmu gaib. Lalu jenazah sunan Bonang dilarikan naik perahu ke Tuban dimakamkan disebelah barat Masjid Agung Tuban. Anehnya, di pulau Bawean jenazah Sunan Bonang itu masih ada. Hanya kain kafannya tinggal satu. Sedang jenazah Sunan Bonang yang ada di tuban kafannya juga tinggal satu.

Dengan demikian kuburan Sunan Bonang ada dua tempat yaitu :
1. Di Barat masjid Sunan Bonang Tuban
2. Di kampung Tegal Gubuk (Barat Tambak Bawean)
Demikian selintas riwayat Sunan Bonang, salah seorang anggota Walisanga. Semoga Allah menaikan derajatnya di golongan para aulia muqorrobin.Ya Allah, curahkan dan limpahkanlah keridhoan atasnya dan anugerahilah kami dengan rahasia-rahasia yang Engkau simpan padanya, Amin.

PAMERAN BATIK KLASIK KHAS JAWA TIMUR Batik Tuban, Tanjung Bumi, Pamekasan, Sampang, hingga Tulungagung dan Sidoarjo.

| 0 komentar


Bentuk konsistensi dalam mendukung pelestarian batik sebagai warisan bangsa, House of Sampoerna hampir selalu memamerkan batik setiap tahunnya. Kali ini HoS bersama dengan KIBAS (Komunitas Batik Jawa Timur di Surabaya) bekerjasama menggelar Pameran Koleksi Batik Klasik Jawa Timur yang akan diselenggarakan mulai tanggal 24 September hingga 10 Oktober 2010 mendatang di Galeri Seni House of Sampoerna.

Batik Klasik merupakan batik yang pernah popular atau mencapai masa kejayaan pada suatu masa dan mewakili style daerah tertentu, namun sekarang sudah tidak berkembang lagi. Selama ini masyarakat lebih mengenal Batik Klasik yang berasal dari kalangan keraton batik Jogja maupun Solo, namun sebenarnya masih banyak ragam batik klasik di luar keraton Jogja dan Solo yang pernah jaya dan memiliki kekhasan tersendiri. Selain memiliki batasan-batasan dan nama tertentu, batik-batik tersebut juga memiliki filosofi.

Dengan dikoordinir oleh ketua KIBAS, Lintu Tulistyantoro, akan dipamerkan sekitar 50 batik klasik Jawa Timur. Batik-batik tersebut merupakan koleksi para pencinta batik, pengrajin serta beberapa pejabat dan mantan pejabat yang berusia 30 sampai 70 tahunan. Batik yang ditampilkan berasal dari Tuban, Tanjung Bumi, Pamekasan, Sampang, hingga Tulungagung dan Sidoarjo.

”Semoga pameran kali ini bisa menggugah masyarakat untuk semakin mencintai batik, terutama batik Jawa Timur, karena beberapa hari ini sudah tidak bisa ditemukan lagi  dipasaran. Diharapkan melalui pameran ini, tak hanya dapat menjadi tambahan wawasan bagi para pencinta atau kolektor batik, namun juga agar masyarakat dapat lebih memahami keanekaragaman batik Jawa Timur yang sebenarnya sangat kaya akan motif dan tekniknya.” kata Lintu, selaku Ketua KIBAS. (Krisna Fajar Permana / Andy Sam)

Batik Gedog Tuban Tembus Pasar Asia

Rabu, 22 September 2010 | 0 komentar

Produk kerajinan kain tenun gedog Kabupaten Tuban, Jawa Timur, yang dipamerkan dalam gelar Teknologi Tepat Guna Nasioanl XII di Yogyakarta, 22-26 September 2010, sudah menembus pasar Asia.

Salah seorang perajin tenun gedog asal Tuban, Jawa Timur, Uswatun Hasanah, di Yogyakarta, Rabu, mengatakan, kain tenun gedog dari Tuban sudah merambah pasar beberapa negara di kawasan Asia, bahkan sebagian juga dipasarkan di Australia dan Belanda. "Setiap bulan rata-rata 300 lembar kain tenun gedog kami ekspor ke berbagai negara," katanya.

Sedangkan di dalam negeri sendiri, menurut dia kain tenun ini memiliki pasar di Jakarta, Bali, dan Batam.

Ia mengatakan kain tenun gedog dibuat dengan bahan baku utama berupa kapas yang dipintal menjadi benang. "Benang ini yang kemudian ditenun," katanya.

Menurut dia, harga kain tenun ini bervariasi, tergantung keaslian kain, dan pewarnaannya. "Harganya antara Rp60 ribu hingga Rp 1 juta per lembar," katanya.

Uswatun Hasanah mengatakan yang membedakan antara tenun gedog dengan tenun lainnya adalah dari bahan bakunya. "Tenun gedog terbuat dari kapas putih dan kapas cokelat yang ditanam sendiri oleh warga setempat, kemudian kapas itu dipintal menjadi benang, dan selanjutnya ditenun," katanya.

Ia mengatakan sebagian besar warga Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, memiliki keterampilan menenun, terutama di kalangan orang tua. "Tenun gedog ini merupakan tradisi turun temurun dari nenek moyang warga di daerah itu, dan bahkan hampir setiap warga setempat memiliki alat untuk menenun yang digunakan secara manual," katanya.

Sedangkan pewarnaan kain tenun gedog, menurut dia masih menggunakan pewarna alami yang bahan bakunya diambil dari alam. "Kami masih menggunakan pewarna alami, karena bahan pewarna ini ramah  lingkungan," katanya.

Menurut dia, konsumen kain tenun gedog banyak yang menyukai kain dengan pewarna alami.

Hal yang memprihatinkan, kata Uswatun, perajin kain tenun gedog saat ini mulai berkurang jumlahnya, karena sebagian beralih menekuni kerajinan batik.

"Saat ini sebagian besar perajin kain tenun gedog beralih menekuni kerajinan batik, karena peralatan maupun bahan baku untuk pembuatan kain batik lebih mudah diperoleh jika dibandingkan dengan kain tenun gedog," katanya. (kmp.com)

KULINER wong TUBAN

| 0 komentar


Masakan Tuban terasa sangat spesifik kaya rasa yang dihasilkan dari aneka bumbu dipadu dengan rasa pedas panas yang merupakan kombinasi dari cabai rawit dan lada menggambarkan jiwa yang menggelegar dari masyarakatnya. Pantas bila mulai dari Adipati Ronggolawe hingga para tokoh terkenal sebagai individu yang tangguh, keras dan memiliki kemampuan berperang yang menakjubkan berasal dari Tuban. Mungkin saja hal itu disebabkan oleh makanan yang pedas, panas dan minuman tuak yang segar itu.

Bicara soal makanan khas Tuban, tidak terlepas dari kebiasaan masyarakatnya yang sering nongkrong, minum tuak lengkap dengan tambulnya (makanan penyerta). Ragam hidangan tambul inilah yang justru menjadi ciri khas dan sulit dicari di daerah lain. Ragamnya sangat banyak, mulai dari keripik hingga lauk pauk berbahan dasar ikan, daging, ayam, menthok, keong mas dan sayuran.

Lokasi Tuban yang berada di sepanjang pantai turut memperkaya sumber daya alamnya terutama ikan. Tak salah bila Tuban mampu menghasilkan dua komoditas unggulan yaitu buah siwalan dan berbagai hidangan berbahan dasar ikan segar yang diolah dengan ciri khas pedas.

Becek Menthok

Secara umum masakan khas Tuban cenderung bercitarasa pedas-asam, dengan rasa pedas yang tercipta dari campuran cabai rawit dan lada. Masakan yang menjadi kegemaran masyarakat adalah becek dan kluwak. Becek menthok yang diolah dengan kuah santan ini paling pas disantap bersama nasi jagung. Rasa pedas menyengat, merupakan ciri khas dari becek menthok ini. Becek ini sangat pedas karena menggunakan cabai rawit dan lada sebagai pembangun rasa utamanya. Menu lain yang yang berbahan dasar daging menthok adalah sate. Sate ini dimakan dengan bumbu kecap disertai irisan cabai dan bawang merah. Selain becek dan kluwak, ada pula jenis masakan yang diberi nama pepes, yang bumbunya tidak sama untuk setiap daerah.

Untuk sayurnya, masakan khas Tuban memang tidak sebanyak macam ikan yang diolah, namun ada beberapa jenis sayuran yang di daerah lain tidak dikenal lezat dimakan, misalnya sayur asem klentang (biji kelor). Klentang yang bentuknya seperti dahan kayu ini dimasak mirip seperti sayur asem. Sungguh unik menikmati sayur klentang dengan cara menghisap dan menekan agar bijinya keluar dari polongnya sebelum dimakan besama kuahnya yang segar.

Salah satu keistimewaan lezatnya masakan Tuban adalah selalu adanya unsur terasi di dalamnya. Hampir semua resep masakan menggunakan terasi sebagai salah satu bumbunya. Terasi merupakan bumbu khas, dibuat dari ikan atau udang yang difermentasi sehingga aroma dan baunya khas. Di Tuban sendiri tumbuh subur industri rumah tangga yang membuat terasi.

Ada pula unsur makanan yang khas karena ada campuran ale. Ale adalah bumbu yang memiliki cita rasa seperti petai yang hanya dijumpai di Tuban dan sekitarnya. Ale ini merupakan kecambah dari biji pohon klawis. Selain sebagai pengganti petai, ale juga sering dinikmati sebagai lalap bersama sambal.

Kare Rajungan

Bahan bekicot, paling terkenal di dunia kuliner Perancis, tapi jangan salah bila di Kecamatan Plumpang ada masakan yang berbahan dasar bekicot. Bekicot dan keong mas yang merupakan hama di sawah dan sering meresahkan petani, ternyata dagingnya sangat lezat. Keong ini biasanya dibuat menjadi botok atau dimasak kecap. Keong mas sebagai bahan utama hidangan ini sangat mudah ditemukan di sawah. Keong mas juga merupakan salah satu makanan penyerta minum tuak.

Tuban merupakan surga bagi para pecinta hidangan laut. Pesisir pantainya membawa aneka ikan segar yang siap memanjakan lidah anda. Ada cumi masak aneka jamur dan kare kepiting atau rajungan juga menjadi menu khas kota ini.

Karena hasil lautnya yang melimpah, ikan juga diolah dalam bentuk pindang seperti ikan banyar, tongkol dan salem. Ikan tidak hanya dimasak menjadi aneka masakan tetapi dapat pula diolah menjadi keripik ikan bertepung yang cukup mengundang selera. Ikan panggang dan asapan juga banyak diproses dan dikerjakan di lingkungan masyarakat nelayan.

Ikan panggang dan becek biasanya disantap dengan nasi jagung. Hampir di semua pasar di Tuban menjual nasi jagung yang dibungkus daun pisang. Porsinya tepat untuk sekali makan dan rasa nasinya cukup enak. Nasi jagung bungkus ini terasa jauh lebih gurih dibandingkan dengan nasi jagung yang dijual dalam bentuk tanpa bungkus. Daun pembungkus nasi jagung menggunakan daun pisang dan dikukus bersama jagungnya, memberikan aroma nasi jagung yang khas. Nasi jagung khas Tuban juga berbeda dengan daerah lainnya karena menggunakan jenis jagung putih sehingga mirip dengan beras, hanya saja butirannya lebih kecil.

Siwalan

Rindangnya pohon siwalan, merupakan pemandangan alam yang menyejukkan selama perjalanan dari Ngawi maupun Bojonegoro. Ikon Kabupaten Tuban ini tumbuh subur di daerah yang terkesan kering itu. Pohon siwalan dapat dikatakan sebagai mahkota bumi Tuban karena terdapat dalam jumlah dan umur yang bervariasi seolah tersedia tanpa henti memenuhi kebutuhan masyarakat Tuban.

Legen siwalan adalah minuman segar alami yang rasanya khas dan sulit ditemui di tempat lain. Buah siwalan juga nikmat nila dimakan dalam bentuk segar, diging buahnya manis, bahkan siwalan juga sering dibuat sebagai pengisi aneka minuman dan kue. Buah siwalan ini juga bisa dijadikan puding.

Legen dan tuak berbentuk cair yang warnanya putih kekuningan, sering dimanfaatkan sebagai minuman. Rasa khas legen siwalan adalah manis dan sedikit rasa gurih yang khas. Sedangkan tuak mempunyai rasa sedikit manis khas seperti legen, ditambah dengan aroma fermentasi alkohol dan laktat. Tergantung umur tuak, tua tua lebih asam dan berkurang rasa manisnya. Minuman yang paling populer adalah dawet siwalan. Daging buah siwalan yang segar ini dipotong kecil-kecil kemudian disiram gula siwalan dan diberi santan, atau legen. Benar-benar segar rasanya.

Minum Tuak dan Tambul Biawak

Minum dan tambul (makanan penyerta), memang sudah menjadi kebiasaan masyarakat Tuban. Seorang penjual tuak, hanya berbekal empat bojor, yaitu tempat tuak yang berupa potongan bambu sepanjang hampir satu meter. Keempat bojor itu diikat dengan sebatang kayu. Untuk dipikul, dua di depan dan lainnya di belakang.

Para pelanggan umumnya kaum pria yang berbaur untuk ngerumpi mengitari penjual tuak beserta tambulnya. Seorang pembeli tuak tidak hanya sekedar minum tuak, atau makanan lain yang disajikan tetapi ngerumpi menjadi suguhan yang tak kalah pentingnya. Meskipun hanya duduk atau jongkok di tanah tanpa alas atau kursi. Tuak ini dituangkan dalam potongan bambu yang disebut centhak sebagai gelasnya.

Si penjual tuak, tidak lupa selalu membawa bungkusan kecil dari daun pisang yang berisi tambul. Menu tambul biasanya berupa aneka macam makanan olahan, di antaranya daging biawak, katak, menthok, belut dan keong mas. Namun kadang juga bisa berupa kacang tanah berkulit yang disangrai atau rujak dari buah-buahan. Kacang berkulit ini diolah dalam pasir panas yang dipanaskan menghasilkan kacang dengan citarasa yang enak.

Mengenai kebiasaan makan yang unik, yaitu meminum tuak bersama becek biawak. Kombinasi makanan seperti itu dan bahan dasar yang belum terdengar dimakan dan dimasak di daerah lain, dapat memberikan nilai khas tersendiri bagi kuliner Tuban. Apalagi bila dapat dibuktikan bahwa biawak bukan termasuk satwa yang dilindungi, maka masakan biawak merupakan masakan khas Tuban yang unik dan patut untuk dicoba. (*)

MENGENAL SUNAN KALIJAGA

| 0 komentar

Sunan Kalijaga adalah seorang tokoh Wali Songo yang sangat lekat dengan Muslim di Pulau Jawa, karena kemampuannya memasukkan pengaruh Islam ke dalam tradisi Jawa. Makamnya berada di Kadilangu, Demak.

Riwayat

Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang "tatal" (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.

Kelahiran

Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1450 dengan nama Raden Said. Dia adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilwatikta atau Raden Sahur. Nama lain Sunan Kalijaga antara lain Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman. Berdasarkan satu versi masyarakat Cirebon, nama Kalijaga berasal dari Desa Kalijaga di Cirebon. Pada saat Sunan Kalijaga berdiam di sana, dia sering berendam di sungai (kali), atau jaga kali.

Silsilah

Mengenai asal usul beliau, ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa beliau juga masih keturunan Arab. Tapi, banyak pula yang menyatakan ia orang Jawa asli. Van Den Berg menyatakan bahwa Sunan Kalijaga adalah keturunan Arab yang silsilahnya sampai kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Sementara itu menurut Babad Tuban menyatakan bahwa Aria Teja alias 'Abdul Rahman berhasil mengislamkan Adipati Tuban, Aria Dikara, dan mengawini putrinya. Dari perkawinan ini ia memiliki putra bernama Aria Wilatikta. Menurut catatan Tome Pires, penguasa Tuban pada tahun 1500 M adalah cucu dari peguasa Islam pertama di Tuban. Sunan Kalijaga atau Raden Mas Said adalah putra Aria Wilatikta. Sejarawan lain seperti De Graaf membenarkan bahwa Aria Teja I ('Abdul Rahman) memiliki silsilah dengan Ibnu Abbas, paman Muhammad. Sunan Kalijaga mempunyai tiga anak salah satunya adalah Umar Said atau Sunan Muria.

Pernikahan

Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishak, dan mempunyai 3 putra: R. Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rakayuh dan Dewi Sofiah.

Berda'wah

Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung "sufistik berbasis salaf" -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.

Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang. Tidak mengherankan, ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Beberapa lagu suluk ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul. Dialah menggagas baju takwa, perayaan sekatenan, garebeg maulud, serta lakon carangan Layang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu ("Petruk Jadi Raja"). Lanskap pusat kota berupa kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini pula dikonsep oleh Sunan Kalijaga.

Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga; di antaranya adalah adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang.

Wafat

Ketika wafat, beliau dimakamkan di Desa Kadilangu, dekat kota Demak (Bintara). Makam ini hingga sekarang masih ramai diziarahi orang.

MENGENALI SIWALAN TUBAN

Sabtu, 18 September 2010 | 2 komentar


SIWALAN adalah tanaman jenis palma yang banyak tumbuh di daerah pesisir yang beriklim panas dan kering dengan hembusan angin laut yang sedikit kuat. Tuban, Lamongan, Gresik, Pasuruan, Situbondo, Bondowoso dan beberapa daerah sepanjang pantai utara (pantura) Pulau Jawa, adalah daerah endemik pohon Siwalan.

Siwalan di daerah Kabupaten Tuban seakan menjadi icon daerah ini. Kota Tuban kadang sering disebut Kota Tuak, Kota Tuak Tuban. Di beberapa penjuru kota Tuban banyak ditemui kerumunan orang di pinggir jalan yang duduk-duduk mengelilingi Jerigen Tuak, dengan tuak yang tersaji di gelas-gelas para peminum.

Di sepanjang jalan antara Pakah dan Tuban terdapat banyak sekali deretan warung-warung yang menjual aneka produk Siwalan, seperti Buah Siwalan yang dibungkus plastik, Legen atau Tuak yang dikemas dalam botol Aqua besar dan tanggung, bahkan jerigen yang sekitar 5 literan.

Dulu tuak ditampung dalam bumbung bambu yang panjangnya sekitar 150 cm yang disebut bonjor. Bonjor terbuat dari bambu besar beberapa ruas, yang mana ruas-ruasnya yang menyekat dibuka sehingga ruas-ruasnya terbuka. Bonjor ini biasanya bagian luarnya dililiti oleh anyaman daun siwalan yang melingkari bumbung bambu bonjor. Bonjor bisa menampung sekitar 10-20 liter tuak atau legen. Di ujung mulut bonjor biasanya ditutup dengan belahan pita tipis dari daun Siwalan sebagai alat penutup sekaligus penyaring Tuak atau Legen bila dituang di centhak.

Tempat untuk minum yang khas sebenarnya tebuat dari sekerat bambu. Bambu dengan tinggi sekitar 10 cm yang dijadikan gelas minuman ini disebut centhak. Bibir dan dinding centhak biasanya sudah ditipiskan, sehingga memudahkan apabila dipakai untuk wadah minuman. Sampai sekarang pun centhak masih gampang ditemui di Tuban.

Legen atau Tuak ini sebenarnya adalah air nira yang keluar dari pohon Siwalan melalui tangkai tandan bunga yang dipotong atau diiris atau disadap atau dideres. Tangkai tandan bunga ini lah yang dalam bahasa orang Tuban disebut dengan wolo. Ngunduh tetese wolo berarti memungut tetesan nira dari tangkai tandan bunga yang disadap.

Ada dua macam wolo atau tangkai tandan bunga, yaitu wolo lanang dan wolo wadon. Tangkai tandan bunga jantan dan tangkai tandan bunga betina. Semuanya bisa disadap air niranya. Namun yang pasti diambil niranya adalah yang jantan, sedang yang betina kadang dibiarkan tidak disadap karena dipelihara buahnya.

Wolo tidak begitu saja mengeluarkan niranya, tetapi mesti dilakukan dulu perlakuan agar dapat mengeluarkan nira. Caranya wolo yang sudah hampir maksimal perkembangannya diperlakukan seperti dipijat-pijat atau dijepit dengan dua bilah bambu yang tebal atau gilig. Alat penjepit yang terbuat dari dua bilah bambu itu disebut dengan gathik.

Ada 2 (dua) macam gathik, yaitu gathik untuk bunga jantan bentuknya agak melebar, dan gathik untuk bunga betina biasanya agak gilig atau bulat. Hal ini karena pada tangkai bunga betina posisi menjepinya yang agak susah, karena tangkai tandan bunga betina biasanya agak brendhol-brendhol. Penjepitan wolo dengan gathik ini dilakukan secara terus menerus setiap hari selama 1 minggu. Setelah ada tanda-tanda wolo akan mengeluarkan niranya, maka pemotongan wolo pun akan dilakukan.

Sebenarnya masih banyak istilah-istilah lokal seputar Siwalan dan produknya. Mudahan suatu saat nanti Allah menakdirkan dapat mengunjungi Tuban lagi dan menulis lagi. Atau barangkali ke daerah lain yang memiliki potensi Siwalan sangat bagus, yang bisa digali banyak cerita seputar Siwalan serta istilah-istilah lokal sebagai kekayaan budaya bangsa Indonesia. Biar kita semakin mencintai Indonesia.

NIKMATNYA TOAK TUBAN

| 2 komentar


Salah satu hal unik dan sangat khas Tuban adalah Tuwak, atau dalam lidah orang local disebut Toak. Minuman dari pohon siwalan ini sedemikian trade mark Tuban. Karena kita akan kesulitan mendapatkan minuman ini di daerah lain, kalaupun ada pasti impor dari Tuban.

Tuwak merupakan minuman yang diperoleh dari perasan bunga pohon siwalan yang disebut Wolo. Secara fisik, Wolo ini berbentuk panjang dg diameter kurang lebih 5 cm dengan panjang bervariasi antara 25 sampai 40 cm. Dalam satu tangkai, biasanya terdapat sekitar 3 sampai 5 wolo.

Proses awal untuk membuat Tuwak adalah dengan menjepit wolo ini dari pangkal hingga ujung dengan tujuan melunakkan wolo tadi, setelah itu wolo direndam semalam suntuk, esok paginya wolo tersebut diiris tipis-tipis beberapa centi untuk mendapatkan air tetsannya. Nah, wolo-wolo yang telah keluar airnya tersebut kemudian diikat jadi satu dan ujungnya dimasukkan bethek (gelas dari bamboo yang lebih panjang) sebagai tempat untuk menampung tetesan tadi.

Perlu diketahui, bahwa proses menjepit wolo, memeras dan menampung airnya tadi semuanya dilakukan di atas pohon. Setelah ditunggu selama 10 sampai 12 jam, bethek tadi akan penuh dengan air tetesan wolo yang disebut Tuwak atau Legen.

Secara spesifik, ada perbedaan antara Tuwak dengan Legen. Tuwak berwarna putih susu, rasanya cenderung pahit dan mengandung alcohol cukup tinggi. Sedangkan Legen, warnanya agak bening, rasanya manis dan tidak mengandung alcohol.

Ada sedikit perbedaan dalam proses membuat Towak dan Legen. Untuk membuat Tuwak, wadah untuk menampung air tetesan wolo tadi (bethek) sebelumnya dikasih tuwak jadi (babonan) sebanyak satu gelas. Untuk menambah rasa, biasanya dicampur dengan kulit pohon juwet yang dikeringkan lebih dulu. Nah, karena dari awal sudah tercampur dengan tuwak jadi, maka air tetesan wolo tadi akan langsung berbaur dengan babonan, dan jadilah Tuwak. Tetapi untuk membuat Legen, ya cukup menampung air tetesan wolo tadi, gak usah dikasih babonan. Karena dari sononya, sebenarnya air tetesan wolo tadi rasanya memang manis, makanya disebut Legen ( berasal dari kata legi). Sayangnya, legen ini tidak bertahan lama. Legen yang asli hanya bertahan sekitar 4 sampai 5 jam, artinya jika telah melampau waktu tersebut, legen akan berubah menjadi Tuwak. Makanya, ada yang bilang bahwa Tuwak adalah hasil fermentasi dari Legen.

Pohon Siwalan (orang local menyebutnya bogor), selain menghasilkan Tuwak dan Legen, juga menghasilkan buah Siwalan atau disebut ental. Buahnya rasanya kenyal manis. Banyak dijual dipinggir-pinggir jalan atau dipusat-pusat wisata di Tuban, dan merupakan oleh-oleh khas Tuban yang tidak ada di daerah lain.

Bagi masyarakat Tuban, tradisi minum Tuwak telah ada sejak jaman dahulu. Dan merupakan kebiasaan umum kaum lelaki. Tiap sore, sehabis bekerja, mereka berkumpul ditempat-tempat tertentu untuk minum Tuwak bersama. Sambil minum Tuwak, biasanya mereka ngobrol ngalor ngidul. Topik “diskusi” mereka bermacam-macam, misalnya tentang hasil tani, tentang pendidikan yang mahal, bahkan juga tentang politik. Tidak selalu serius, tapi dari “diskusi” tadi kadang-kadang pemahaman baru yang mereka dapatkan menyangkut suatu hal. Dan kalau pada musim kampanye, komunitas Tuwak ini menjadi target serius bagi para politisi untuk menggaet massa sebanyak-banyaknya. Karena apa, ya karena komunitas Tuwak ini jumlahnya banyak,… bahkan sangat banyak,… banyak sekali. Serius. Itulah sisi lain Tuban. Gak percaya, lihat aja sendiri! (achonk)

Tuban, Jaman Majapahit Hingga Sekarang

| 9 komentar

Pada waktu Prabu Brawijaya ke VII atau Ongkowijoyo VII bertahta selaku raja di Majapahit, (raja-raja yang dahulu juga dinamakan Brawijaya), Tuban jadi andalan Majapahit. Prabu Brawijaya kawin dengan Dwarmawati Putri Prabu Campa, suatu kerajaan di Kamboja. Pada waktu Brawijaya memerintah di Majapahit. Tuban merupakan bawahan dari padanya, di daerah Tuban berkuasa berturut-turut para Bupati, Aryo Randu Kuning, Aryo Bangah, Aryo Dandang Miring, Aryo Dandang Wacono, Aryo Ronggolawe, Aryo Sirolawe, Aryo Wenang, Aryo Leno, dan Aryo Dikoro, yang menurut sejarah memerintah sejak tahun 1200 hingga datangnya agama Islam ditanah Jawa pada permulaan abad ke XV.

Pada waktu Brawijaya (Wikramawardhana) memerintah, datanglah para penyiar agama Islam ditanah Jawa. Mereka adalah :
1. Maulana Malik Ibrahim menetap di Laren (kurang lebih 6 pal dari Gresik). Wafat tahun 1419 dan dimakamkan di Gresik.
2. Raden Rahmat anak dari Raja Campa (putri lain dari Raja Campa yaitu Dwarmawati kawin dengan Brawijaya, dengan demikian pernah paman R. Rahmat) Raden Rahmat menetap di Ampel (Surabaya) (dan mendapatkan nama Sunan Ngampel). Wafat tahun 1467 dan dimakamkan di Ngampel.
3. Pangeran Paku, anak dari Putri Blambangan (dekat Banyuwangi) dan menetap di Giri. Wafat pada tahun 1483 dan dimakamkan di Giri.
4. Mahdum Ibrahim, Putra Raden Rahmat (Sunan Ngampel) menetap di Bonang (dekat Lasem) dan dinamakan Sunan Bonang. Dari Desa Pantai Bonang, beliau memperluas agama Islam kejurusan Tuban. Dapat dipercaya, sejarah yang menjelaskan bahwa beliau datang dari Tuban : Ibunya Ageng Manilo, kakak perempuannya Nyai Ageng Manyuro (Putri dari Sunan Ngampel) dan murid-murid lainnya lagi banyak dimakamkan di Tuban.

Sunan Bonang wafat pada tahun 1486 dan dimakamkan di Bonang. Akan tetapi selanjutnya dipindah dimakamkan dalam Kota Tuban. Di dalam keterangan Dr. D.J.C. Schrieke, Sunang Bonang tidak disebut sebagai orang Islam yang pertama, tetapi sebagai imam (jauh sebelum beliau di Tuban telah ada orang-orang yang telah memeluk agama Islam). Ini dapat dibuktikan, dimana para Bupati Tuban, mulai Bupati Arjo Tejo, pada tahun 1460 telah memeluk agama Islam.
5. Sunan Drajat (masih Moenat) putra ke II dari Sunan Ngampel, menetap di Drajat (dekat Sedayu).
6. Sunan Kalijogo (R.M. Sahit) Putra Wilotikto Bupati Tuban dan kemenakan Sunan Bonang, menetap di Kalijogo dan dengan demikian dinamakan Sunan Kalijogo.
7. Syeh Nurudin Ibrahim Ibn Maulana Israel atau secara singkat dinamakan Syeh Ibn Maulana, menetap di Gunung Jati (dekat Cirebon) dan demikian dinamakan Sunan Gunung Jati.

Brawijaya VII Raja Majapahit, melepaskan demi permintaan Permaisuri Dwarawati, salah seorang selir, yang telah hamil. Beliau menghadiahkannya kepada putranya Aryo Damar, yang menetap di Palembang. Disana istri tersebut (Dewi Kiyan, dari Tiongkok) melahirkan seorang putra yang dinamakan Raden Patah. Aryo Damar sendiri dengan Dewi Kiyan tersebut mempunyai seorang putra yang dinamakan Raden Kusen. Maka Raden Patah dan Raden Kusen adalah dua orang bersaudara, mempunyai ibu yang sama : yang pertama putra cucu Brawijaya, sedang yang kedua putra dari Aryo Damar.
Atas permintaan Aryo Damar, Raden Kusen pergi ke Majapahit untuk tinggal menetap pada neneknya Brawijaya. Akan tetapi Raden Patah membenci ayahnya Brawijaya, karena beliau melepas ibunya.

Raden Patah kawin dengan cucu Sunan Ngampel dan menetap di Bintoro (Demak). Brawijaya mengirim seorang utusan kesana untuk memanggil putranya datang ke Majapahit. Suatu siasat dari Brawijaya melunakkan anaknya dari kebencian yang telah dikandungnya, ialah dengan mengangkat Raden Patah sebagai Bupati Bintoro.
1460 pada waktu Sunan Ngampel wafat, Raden Patah minta bantuan pada para penyiar agama Islam, yaitu Sunan Giri,
Sunan Drajat, Sunan Ngundung dari Kudus, untuk bersama-sama memerangi Brawijaya, yang dipimpin oleh Panglima Raden Kusen yang tetap setia kepada Prabu Majapahit, neneknya.

Tuban yang semula daerah bawahan dari Majapahit, pada waktu perangnya agama Islam dengan agama Hindhu, memihak R. Patah. Pada waktu itu Syeh Abdurahman, yang juga disebut Aryo Tejo, merupakan bawahan dari Majapahit.
Brumund mengatakan, bahwa memeluk agama Islam sepanjang pantai utara Pulau Jawa, lebih-lebih yang menetap di Jawa Tengah, dapat melebarkan daerah pemeluk agama Islam dan menggabung dengan Kerajaan Demak.
Dari peperangan yang berlangsung lama sekali. Tidak banyak diketahui orang. Hanya diketahui bahwa R. Kusen panglima dari angkatan perang Majapahit berhasil menghancurkan Tentara Islam yang panglimanya adalah Sunan Ngundung dari Kudus.

Diantara mereka yang setelah peperangan lari menuju barat sepanjang pantai, antara lain terdapat Maulana Iskak, dari kakak Sunan Ngampel. Maulana Iskak lari ke Gresik (lebih kurang 5 pal dari Tuban), yang kemudian dikejar oleh Angkatan Perang Majapahit di bawah Pimpinan Pati Barat Ketigo, yang kemudian di Gresik mengulangi perang kembali. Tetapi dapat dipukul mundur karena kekuatan yang gaib, dari kalam Maulana Iskak. 1478 Patah menaklukkan Majapahit dan membawa segala kekayaan dari keraton ke Demak. Para pribumi dari Tuban dapat menjelaskan bahwa “Watu tiban” yang letaknya dibelakang kantor pemerintahan daerah yang sekarang, dan barang lainnya yang sekarang berada di makam Sunan Bonang, setelah jatuhnya Majapahit, oleh Sunan Bonang dari Majapahit dibawa ke Tuban.

Mengenai nasib Prabu Brawijaya tersiar banyak dongengan-dongengan. Sementara orang mengatakan bahwa beliau gugur di Majapahit atau bunuh diri : orang lain lagi mengatakan bahwa beliau lari ke Blambangan atau Pulau Bali, sedang cucunya yang tetap setia padanya lari ke Terung (Sidoarjo).

Diketahui oleh para pribumi di Tuban, bahwa Prabu Brawijaya ini akhirnya dimakamkan di atas angin, Desa Kedong Ombo dekat ibukota Tuban. Setelah beliau akhirnya pergi lari ke Blambangan atau Pulau Bali, R. Patah meminta Sunan Kalijaga datang kepada Prabu Brawijaya agar raja ini bersedia datang ke Demak yang akan diterima baik oleh putranya ialah Raden Patah. Sunan Kalijaga telah dapat menemui Prabu Brawijaya yang kalah dalam peperangan itu dan dapat berhasil mempengaruhi Prabu Brawijaya yang beralih memeluk agama Islam. Kemudian mereka melalui laut bersama-sama pergi ke Tuban.

Di atas angin dekat Tuban pada waktu itu telah menetap Raden Margono, Putra Prabu Siliwangi Raja Pajajaran telah memeluk agama Islam, yang oleh karenanya diusir ayahnya. Raden Margono kawin dengan Nyai Ageng Junun, putri dari Nyai Ageng Manyuro (putri dari Sunan Ampel dan kakak dari Sunan Bonang).

Di dalam hutan lebat yang kemudian menutup daerah atas angin, menetaplah Prabu Brawijaya yang telah didalam peperangan dan lari itu. Sekalipun beliau memeluk agama Islam, beliau tidak bersedia pergi ke Demak untuk menemui putrannya R. Patah, yang pernah menghancurkan beliau dalam peperangan dan sekarang mungkin karena menyesal ingin menjumpai ayahnya kembali dan menolongnya.

Nasib Prabu Majapahit ini akhirnya sangat menyedihkan, yang menyelesaikan hari-hari akhirnya sampai wafat di dalam tempat pembuangan selaku seorang pertapa dekat Tuban. Rumah dari bambu dan meratap sirap adalah merupakan penutup makamnya (sekarang sudah diperbaiki). Pada tahun 1478 setelah Majapahit jatuh Raden Patah menjadi Raja Demak dengan nama Panembahan Jimbun. Pada waktu itu Tuban menjadi bawahannya.

1490 R. Patah Raja Demak wafat dan diganti oleh putranya Pangeran Sabrang Lor yang wafat pada tahun 1493 dan diganti oleh putranya atau saudara dari R. Patah, yaitu Pangeran Trenggono, beliau ini menjadi raja di Demak sampai pada tahun 1539. Dalam catatan Groeneveldt mengenai Kepulauan Malaya dan Malaka tertulis pada tahun 1416 ada seorang musyafir bangsa Tiongkok yang menyatakan : Pulau Jawa dahulunya namanya Japa, ini mempunyai 4 kota kesemuanya dengan tembok-temboknya tinggi. Kapal-kapal dari negara-negara lain yang datang di Pulau Jawa pertama-tama singgah di Ts’ets’un (Kota Gresik), kemudian di Surabaya, Tuban dan akhirnya di tempat yang dinamakan Majapahit, dimana bersemayam seorang raja.

Seorang ahli sejarah Dr. B.J.O. Schrieke di dalam skiripsinya yang dinamakan, “buku mengenai Sunan Bonang” yang dipetik dari Pararaton menjelaskan, bahwa Tuban pada abad XIII telah dikenal sebagai pelabuhan di Jawa Timur. Bahkan sejarah Tuban ini adalah sudah dikenal jauh sebelumnya, dimana dapat dibuktikan di Tuban telah diketemukan batu yang ada tulisannya. Ini adalah suatu prasasti, demikian kata Dr. Schrieke tersebut, sebagai bukti bahwa Tuban umurnya telah berabad-abad. Soal yang layak diberitakan, bahwa ada suatu kelonggaran-kelonggaran yang diberikan oleh raja dalam bidang perdagangan melalui laut, yang cap negaranya adalah Garuda Mukha.

Kemudian dijelaskan bahwa hanya ada dua orang raya yang menggunakan cap Garuda Mukha tersebut ialah :
1. Raja Kediri tahun 1136. Dapat disangkal bahwa tulisan pada batu berasal daripada Raja Kediri ini, karena Kerajaan Kediri tidak pernah mempunyai wilayah seutara itu.
2. Tidak ada lain daripada Prabu Airlangga sendiri, raja dari Jawa Timur. Dengan demikian batu tersebut sudah ada pada waktu pertengahan abad ke II.

Dari catatan-catatan dihimpun oleh bangsa Portugis yang pergi menjelajah lautan, ternyata bahwa pada tahun 1513 Tuban telah diketahui oleh orang-orang Portugal Antonio d’Abreu berlayar pada tahun 1513 sepanjang pantai utara Pulau Jawa sedang seorang pedagang yang bernama Nakhoda Ismail oleh d’Albuquerque dari Malaka ditugaskan berlayar, tetapi dekat Tuban kapalnya pecah. Pada waktu itu Tuban dikatakan wilayah dari “Sanguedepaten dama” (sang Adipati Demak, dari Raja Demak waktu itu Pangeran Trenggono).

1521 Antonio de Brito diperintahkan oleh Raja Portugal berlayar dan datang di Tuban dan Gresik.
Jaka Tingkir mempunyai peranan penting dalam sejarah Jawa kuno yang ayahnya pada waktu itu Bupati Pengging (dekat Sala sekarang) yang atas perintah Raden Patah dibunuh karena tidak suka mengakui Raden Patah selaku Raja Demak.
Pangeran Trenggono menyayangi Joko Tingkir tersebut, memberikan putrinya untuk diperisterikan, menghadiahkan nama Panji Mas, dan mengangkatnya sebagai Bupati Pajang dari Mataram (wilayah Jawa Tengah).

1539 Pangeran Tranggono wafat. Daerah Demak dibagi Pajang dan Mataram ada di bawah Jaka Tingkir, Panji Mas. Anak tertua dari Pangeran Trenggono mendapat bagian Semarang dan Demak, putra ke dua mendapat bagian Kedu dan Bagelen, sedang putra yang bungsu Jipang (Kerajaan Hindu Jawa Bowerno, yaitu Bojonegoro dan Blora), seorang anak menantu lagi Jepara, Pati dan Rembang anak menantu lagi diberi Madura, Sedayu, Gresik, Surabaya dan Pasuruan. Dalam hal ini mungkin termasuk Tuban.

Bupati Jipang menaruh dendam dan iri hati terhadap kakaknya dan juga iparnya yaitu Bupati Jepara, Pati, Rembang dan menyuruh membunuhnya : ini menyebabkan setelah wafatnya Pangeran Trenggono banyak intrik-intrik yang selesai setelah Adipati Jipang wafat. Oleh Jaka Tingkir atau Panji Mas, Adipati Jipang dibunuh dalam perkelahian berdua.
1568 Jaka Tingkir (Panji Mas) menugaskan Raja Islam di Giri untuk dinobatkan sebagai Sultan Pajang dan Jipang. Pada saat itu Tuban menjadi wilayah Pajang dan Jipang.

Putri Jaka Tingkir kawin dengan Bupati Tuban Aryo Permalat.
Pemerintahan di Mataram yang pada waktu itu terdiri dari 300 Kepala Somah oleh Sultan Pajang dikuasakan pada Kyai Gede Pemanahan yang menetap di Pasar Gede dan kemudian tahun 1575 wafat dan diganti oleh Mas Ngabei Sutowijoyo. Beliau ini dari Sultan Pajang mendapatkan Gelar Senopati ing Ngalogo.
1582 Sultan Pajang diracun oleh Mas Ngabei Sutowijoyo. Ketika itu Tuban menjadi jajahan Mataram. Dari catatan Frank van der Does pada waktu belajar, dijelaskan bahwa orang-orang Belanda pada tahun 1596 tanggal 2 Desember datang di Tuban berlabuh dan berdagang.

1598 Jacob van Heemskerk datang di Tuban diterima secara orang timur oleh raja bersama gubernurnya yang bernama Ragalela berasal dari Portugal. Dikatakan : “Saya ingin sekali tahu Kota Tuban”, demikianlah tulisan dari Vice Admiral Jacob van Heemkerk di dalam catatan pelayarannya yang selanjutnya dikatakan, “demikian raja menyertai saya dengan dua orang datang ke daratan, untuk melihat istananya. Setelah datang di daratan, saya membawa dua atau tiga orang dan seorang anak lagi, yang rupanya putih. Raha dan penggawanya sangat heran dan membawa kami ke dalam ruangan dimana telah hadir permaisuri-permaisuri raja (selir) yang banyak yang menurut dugaan kami berjumlah 50 sampai 60 orang. Orang-orang peserta saya dipanggil untuk mendekat pada beliau dan penggawa yang nampak selalu keheran-heranan. Raja berbicara sekedar pada permaisuri (kedua beliau ini nampaknya sama sangat gemuknya) kata-kata mana saya tidak mengerti, tetapi para beliau itu kemudian sama ketawa terbahak-bahak, beliau kemudian memerintahkan untuk meniup terompet, yang segera dilaksanakan, kemudian mereka pergi untuk menyertai kami, diikuti dengan beberapa orang wanita, putrinya masih remaja, yang sama membawa air, sirih, kapur dan lain-lain barang lagi”.

Antara orang Belanda dan raja nampaknya terjalin suatu pengertian yang baik, ternyata raja memberi hadiah yang berharga berupa sebuah keris dengan tempat dari emas yang tentunya menimbulkan keheranan. Vice Admiral mencatat di dalam bukunya agar kelak membawa kain untuk pakaian terdiri dari bunga-bunga yang berwarna ditambah dengan barang-barang lain yang sangat indah untuk disampaikan kepada raja, sekalipun demikian Vice Admiral tadi menggerutu, karena dangkalnya pelabuhan, sehingga kapalnya harus berlabuh jauh dari pantai.
1601 Mas Ngabei Sutiwijoyo wafat setelah memanggil para bupati dari Cirebon, Sumedang, Madura dan Tuban untuk datang di ibukota Pasar Gede untuk mengakuinya sebagai Raja Mataram. Beliau diganti oleh putranya yaitu Panembahan Sedo Krapyak (Mas Jolang).

1613 Panembahan Sedo Krapyak wafat setelah bertempur dengan Gresik yang tidak suka mengakui kedaulatannya. Pada waktu itu Gresik di bawah Pimpinan Gubernur Jenderal Both sedang membangun suatu gedung, yang oleh Panembahan Sedo Krapyak dimusnahkan.
Panembahan Sedo Krapyak diganti oleh putranya bernama Martopura, yang telah menjadi raja sampai tahun 1638 yang kemudian diganti oleh kakaknya Cokrokusumo (R. M. Rangsang) yang kemudian mendapatkan gelar Sultan Agung dan wafat pada tahun 1645. Banyak bupati dari Jawa Timur diantaranya bupati dari Surabaya, Lasem dan Tuban tidak bersedia mengakui kedaulatan Sultan Agung dari Mataram yang dianggap jahat itu dan bertempur bersama-sama melawan tentara kerajaan.

Pada waktu itu ternyata Angkatan Laut Tuban sangat kuatnya. Hal ini dapat diketahui di dalam tulisan pada tahun 1615 oleh Balthazar van Eijndhoven, yang menyatakan : “musuh-musuh dari kaisar (yang dimaksud Sultan Agung Mataram) ialah Tuban, Lasem, Brondong, Surabaya, Paciran yang bersama-sama melawan tentara kerajaan pada tahun 1615, di daratan raja sangat kuat, tetapi di laut Tentara Tuban yang kuat”.
1615 Tuban yang bupatinya bernama Pangeran Dalem, diserang dan dikuasai oleh prajurit-prajurit Mataram dibawah Pimpinan Kyai Randu Watang yang dapat menguasai bentengnya Pangern Dalem dan menyita meriam yang keramat dari Tuban yang bernama Kyai Sidomurti yang didapatnya dari orang-orang Portugis atau orang-orang Belanda yang pertama-tama mendarat di Jawa.

Pangeran Dalem yang di lautan lebih kuat daripada di daratan lari ke Bawean dan kemudian sebagai Bupati Tuban diganti oleh utusan dari Mataram yaitu Pangeran Pojok. Dengan demikian maka Tuban menjadi wilayah Mataram kembali.
1620 Surabaya diserang oleh tentara dari Mataram, sedang Lasem dan Pasuruan telah dijatuhkan lebih dulu.
1623 Surabaya diserang kembali oleh Mataram dan dikuasai.

1645 Sultan Agung wafat diganti oleh puteranya yang kedua yaitu Pangeran Aryo Prabu, dengan Gelar Amangkurat. Dalam waktu pemerintahannya ada 4 orang Gubernur Pantai yaitu di Juana, Jepara, Semarang, dan Demak. Bupati Tuban pada waktu itu kedudukannya tidak mudah dan seperti juga halnya bupati-bupati bawahannya dari Mataram lainnya, lebih banyak berada di ibu kota Amangkurat dari pada didaerahnya sendiri. Maka tidak meng¬herankan, bahwa pada pemberontakan Trunojoyo tahun 1674 Bupati Tuban berada di pihak pemberontak. Menurut sejarah yang dituturkan oleh pribumi di Tuban, agaknya Trunojoyo pernah juga datang di Tuban antara lain di Desa Prunggahan, Kecamatan Semanding, yang menyebabkan orang pribumi sekarang banyak yang ingin pakai nama “Truno”.

Hampir semua daerah pantai menyatakan dirinya bebas dari penguasaan Mataram yang dipandang jahat dan sewenang-wenang itu. 1677 Adipati Anom ialah putra dari Amangkurat yang telah memadamkan pemberontakan, dilantik sebagai Susuhunan Mataram dengan nama Amangkurat ke II. Kemudian dicapai persetujuan dengan Mataram, yang menyatakan bahwa semua pelabuhan tepi pantai utara mulai dari Krawang sampai Jawa Timur, jadi termasuk Tuban digadaikan pada Belanda, karena utangnya Mataram pada waktu peperangan.

1678 Angkatan Perang dibawah Hurt dan St. Martin melawan Trunojoyo. Sebagian dari Angkatan Perang dibawah Kapten Muller dan Kapten Remesse menuju Rembang. Bupati Tuban Raden Arya Dipusana bertempur pada pihak, Trunojoyo dan di Singkul (Sedayu) gugur dalam serangan Angkatan Perang Hurt, Kediri yang digunakan sebagai basis Trunojoyo, dikuasai oleh Tak. Para Bupati Tuban dan Sedaju kemudian kembali memihak Mataram.
1679 Pangeran Puger dan Senopati berontak.

1703 Amangkurat ke II dari Mataram diganti oleh Amangkurat ke III (Sunan Mas).
1704 Pangeran Puger minta pertolongan Pemerintah Belanda menyerang Raja Amangkurat ke III. Para bupati dari pantai utara berada di pihak Pangeran Puger dan mengakui beliau sebagai Susuhunan Pakubuwono yang pada tahun 1705 oleh Pemerintah Belanda diakui sebagai Raja Mataram.

1705 Dibuat persetujuan baru dengan Mataram dan menyerahkan Cirebon serta Priangan pada Belanda. Raja Amangkurat ke II atau Sunan Mas dipecat sebagai raja dan memihak pada pemberontak Suropati.
1706 Angkatan Perang dibawah Mayor Govert Knol menyerang pemberontak. Suropati dekat Kali Porong mendapat luka-luka dan gugur.

1707 Angkatan Perang dibawah Pimpinan Van de Wilde mengalahkan Kediri. Bupati Sampang Cakraningrat menggunakan kesempatan ini untuk diangkat sebagai Panembahan dari daerah pantai bagian timur. Dengan demikian beliau mengalahkan Bupati Gresik dan memindahkan Bupati Sedayu ke Tuban. De Wilde kemudian mengalahkan kembali kabupaten-kabupaten pantai dan mengangkat orang yang terpercaya sebagai Bupati Tuban. Telah ditentukan bahwa Susuhunan Mataram dapat mengangkat Gubernur Daerah Pantai Timur, tetapi dengan persetujuan Pemerintah Belanda. Sunan Mas menyerah dan dibuang ke Sailan. Pada tahun 1708 Pangeran Puger diangkat jadi raja dengan gelar Paku Buwono ke I.
1709 Semua bupati dipanggil mengikuti konperensi kerja di Kartasura dengan Gubernur Knol dan Susuhunan. Pada waktu itu sistem tanam paksa dan wajib bantu diadakan. Dengan demikian Tuban harus mewujudkan 240 ringgit kontan ditambah dengan 12,5 koyan beras ditambah lagi benang kain, kayu sapan dan kulit kerbau. Waktu itu Kerajaan Mataram dibagi atas 43 kabupaten. Jabatan Gubernur Daerah Pantai dicabut.

1710 Para pemberontak dibawah Bupati Winongan, menguasai Pasuruan. Kepala-kepala pemberontak menghancurkan Tuban. 1719 Paku Buwono ke I mangkat dan diganti oleh P. Prabu juga dinamakan Sunan Prabu atau Amangkurat ke IV. Yang membantu para pemberontak antara lain Diponegoro, Diposanto, Pangeran Purboyo, Pangeran Blitar, Aryo Mataram, dan Mangkunegoro. Pada tahun 1723 pemberontakan berhenti.

1727 Sunan Prabu mangkat dan diganti oleh puteranya yang kemudian diangkat dengan Gelar Paku Buwono ke II jadi raja. Pada tahun 1733 dibuat persetujuan baru dengan Paku Buwono ke II.
1740 Di Pulau Jawa timbul pemberontakan Cina. Paku Buwono ke II membantu para pemberontak. Tuban, Gresik dan Lamongan pun membantu pihak Cina, tetapi kemudian oleh Bupati Madura Cakraningrat dan puteranya Bupati Sedayu yang keduanya tetap setia kepada Belanda dapat menduduki Tuban, Gresik dan Lamongan.
1741 Para pemberontak mengakui Mas Garendi atau Sunan Kuning sebagai raja. Pemerintah Belanda memberikan bantuan lagi dan mengakhiri pemberontakan.

1743 Dibuat suatu persetujuan baru dengan Paku Buwono ke II dimana sebagian besar dari Jawa Timur termasuk Daerah Rembang menjadi daerah Kompeni. P. Cakraningrat dari Madura yang pernah memberikan bantuan yang kuat minta diserahkan Gresik, Tuban, Sedayu dan Surabaya sebagai wilayah kabupaten anaknya yaitu Bupati Sedayu yang kemudian pakai gelar Panembahan. Ini menyebabkan Van Imhoff memberikan perhatian kepada para penguasa O.I.C, karena soal-soal yang tidak layak dari Bupati Madura, tindakan-tindakannya yang kurang dapat dibenarkan, sikap¬sikapnya yang pemarah, dan tindakan-tindakan lain lagi yang berani tetapi tidak sehat.

Pemberontakan baru dari Cakraningrat menyebabkan Tuban dan Sedayu dikuasai oleh Komisaris Varrijssel. Bupati Tuban dan bahkan Putra Cakraningrat yaitu Bupati Sedayu, mengakui kedaulatan Kompeni.
1745 Sekalipun Tuban masih merupakan daerah Mataram, dapat mengadakan pilihan dan penunjukan atas persetujuan Verrijssel, pemimpin-pemimpin terdiri dari pembesar Jawa masing¬masing di Gresik, Tuban dan Sedayu. Orang Madura yang masih bersembunyi di Rembes (Tuban) kemudian dapat diusir.

1746 Gubernur Jenderal Van Imhoff turun ke Jawa Timur ka¬rena menurut laporan di Jawa Timur selalu banyak menghebohkan Kompeni. Pada waktu itu atas usul Komisaris Verrijssel oleh Gubernur Jenderal Van Imhoff Tuban menjadi daerah bawahan Rembang, dengan demikian hubungan Tuban daerah timur yang mengakui penguasa Surabaya terhenti.
1749 Daerah Kerajaan Mataram diserahkan kepada Kompeni. Meskipun demikian Gubernur Jenderal Van Hohendorff mengangkat Pamgeran Pati sebagai Paku Buwono ke III. Kemudian timbul pemberontakan dari Mangkubumi, yang menyatakan diangkat sebagai Sultan Mataram. Kemudian timbul pertempuran terhadap Mangkubumi dan Mas Said.
1755 Oleh Gubernur Semarang Nikolas Hartingh separuh dari Mataram diserahkan kepada Mangkubumi, yang kemudian mendapat Gelar Sultan Amangkubuwono dan menetap di Yogyakarta.

1757 Mas Said mendapat Gelar Pangeran Adipati Aryo Mangkunegoro, Bupati Madura diangkat menjadi “Wedono” atau “pelindung” dari kabupaten-kabupaten timur seperti Pamekasan, Pasuruan, Bangil, Probolinggo, Gresik, Lamongan, Sedayu, Lasem dan Tuban. Gubernur dari Daerah Pantai Utara Jawa Hartingh menulis didalam catatan serah terima tahun 1761 mengenai Tuban sebagai berikut : Tuban adalah daerah yang luas dan lebar, tetapi daerah pegunungan dan hutan. Di sebelah selatan berbatasan dengan Kali Solo, disini letaknya Pasar Prambon Wetan, yang perbaikannya tergantung kepada keadaan daerah atasan, dalam mana Tuban selama bertahun-tahun belum pernah memberikannya, disini kepalanya ialah Tumenggung Rana Negara orang sudah tua, bodoh, sangat jahat terhadap rakyat, tetapi prajurit yang baik yang menyebabkan daerah ini dapat diserahkan kepada Kompeni dan tetap setia kepadanya, ia selalu dapat menghalaukan musuh, sehingga padanya perlu diberikan sesuatu dispensasi.

Dia memberikan pada Rembang 100 koyan beras kontan dan seribu pikul kayu sebetan untuk penggergajian bagi Kompeni, uang sejumlah 325 ringgit dan persewaan tanah sejumlah 2250 ringgit setiap tahunnya. Juga apabila pekerjaan terlalu sibuk, masih diberikan tambahan kayu glondongan untuk penggergajian, dan tepi pantai dipergunakan untuk perahu-perahu kecil, juga kayu diberikan untuk pembuatan pasar-pasar dan untuk diberikan kepada pedagang-pedagang kecil.
1787 Paku Buwono ke III mangkat dan diganti oleh Paku Buwono ke IV (Sunan Bagus). Pada waktu itu sudah ada Gubernur dari Pantai Utara Sebelah Timur Pulau Jawa (yang pertama tahun 1747 Honhendrff, selanjutnya Gubernur Hartingh, Van Ossenbergh, Vos, Can der Burgh, Siberg, Greeve dan Van Overstraten).

Kemudian Gubernur Van der Burgh pada tahun 1773 mengusulkan kepada Gubernur Jendral agar Bupati Tuban Mas Rekso Negoro atau Mas Tumenggung Cokro Negoro dipecat sebab memberikan beban baru pada bawahannya, pada rakyat. Dari 100 koyan beras yang tiap tahunnya rakyat harus memberikannya, yang 30 koyan dibayar, tetapi sisa yang 70 koyan seperti benang kain halnya, tidak dibayarnya. Keterangan mengenai Tumenggung Rana Negara.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa di dalam daerah Tuban lama, banyak bupatinya. Di antaranya, Tuban, daerah atasan sampai Kali Solo.

Dalam catatan serah terima pada tahun 1780 Gubernur Pantai Utara Timur Pulau Jawa Van der Burgh Gubernur yang berhenti, menjelaskan kepada penggantinya Gubernur Siberg, bahwa Bupati Tuban Purbonegoro (Purwonegoro) yang telah diketahui sejak beberapa lama agak menyimpang, tetapi kemudian seperti juga halnya dengan Bupati Lasem membutuhkan waktu yang lama kesabaran gubernur untuk dapat mengharapkan suatu perbaikan.
Terhitung dari daerah pantai utara timur Pulau Jawa yang ikut Pemerintahan Belanda adalah termasuk Karesidenan Rembang yang membawahkan Kabupaten Rembang, Lasem dan Tuban, begitu daerah-daerah sebelah timur Tuban dikuasai oleh penguasa¬penguasa Jawa Timur dan dibawah Gubernur Pantai Utara Pulau Jawa dan menetap di Surabaya yang membawahkan Residen Gresik.

1808 Dibawah Gubernur Jenderal Daendels Pemerintahan Pantai Jawa Utara, dihapuskan. Residen menjadi Prefect (kemudian dibawah Raja Lodewijk diganti nama Landdrost). Jawa Timur diserahkan pada pimpinan penguasa di Surabaya. Gresik dimana ada Residennya diserahkan kepada Onderperfect. Tuban dijadikan satu dengan Gresik. Kemudian Daendels mengadakan konperensi, kerja dengan penguasa beberapa Perfect dan 38 bupati dari daerah pantai utara timur mengenai susunan pemerintahan dalam daerah. Dibawah Gubernur Jenderal Raffles Rembang terma¬suk Tuban dijadikan Karesidenan kembali.

1827 Pada waktu ada pemberontakan Pangeran Diponegoro juga di Rembang ada pemberontakan dipimpin oleh Tumenggung Sosrodilogo, kakak dari Sultan Agung Yogyakarta yang berhasil menguasai Blora dan Tuban.
1828 Jenderal Holsman mengalahkan para pemberontak.
1830 Pangeran Diponegoro ditangkap dan dibuang. Permusuhan berhenti, dan sejak itu ketenteraman di Tuban tidak diganggu lagi oleh kericuhan, di dalam daerah.

Yang menjadi permulaan ceritera sejarah ini ialah pada waktu Negara Pajajaran yang semula berpusat dekat Ciamis, diperintah oleh seorang raja yang bernama Prabu Banjaransari.
Pada waktu sang Prabu Banjaransari ini memerintah, keadaan Negara Pajajaran aman sejahtera dan rakyatnya hidup makmur, sehingga nama sang Prabu Banjaransari termasyhur bukan saja di dalam negeri, tetapi juga sampai di luar negeri.
Sang Prabu Banjaransari mempunyai banyak putra, akan tetapi sebagai pokok pangkal sejarah Tuban ini kita mengambil salah satu di antara para putra sang Prabu Banjaransari tersebut, yakni Raden Arya Metahun, yang kelak menurunkan para Bupati Tuban. Sang Prabu Banjaransari berputra Raden Arya Metahun. Raden Arya Metahun berputra Raden Arya Randu Kuning.

I. Kabupaten Lumajang Tengah
Raden Arya Randu Kuning ini mengembara ke arah timur, dengan seizin neneknya yakni sang Prabu Banjaransari. Sampai di sebelah utara Kalakwilis Kecamatan Jenu Tuban. Raden Arya Randu Kuning menghentikan pengembarannya, dan kemudian membuka Hutan Srikandi yang terletak di tepi pantai dekat Gunung Kalakwilis untuk dijelmakan menjadi sebuah negara. Berkat keinginan dan kemauannya untuk menjadi bupati disertai dengan bekerja keras, maka lama-lama Hutan Srikandi menjadi sebuah perkampungan, yang akhirnya menjadi sebuah kabupaten yang diberi nama Kabupaten Lumajang Tengah dengan Raden Arya Randu Kuning sebagai bupatinya, yang kemudian bergelar Kyai Ageng (Kyai Gede Lebe Lontong + permulaan abad 12).
Alkisah ketika Kyai Gede Lebe Lontang menjadi Bupati Lumajang Tengah negara dalam keadaan aman, sentosa, gemah ripah loh jinawi, rakyat hidup makmur. Itu semuanya berkat kebijaksanaan dan kesaktian yang menimbulkan pribawa pribadi sang Bupati Lebe Lontang yang diperoleh dengan melakukan yoga, dan selalu berikhtiar dengan menggunakan daya kekuatannya agar kerajaan dan rakyatnya selalu hidup makmur, aman dan sejahtera.
Bekas wilayah Lumajang Tengah didapat kembali dalam hutan sebelah timur laut tempat pemberhentian Kereta Pos Bogang (Kecamatan Jenu).
Kyai Ageng Lebe Lontang ini menjadi bupati di Lumajang Tengah lamanya 22 tahun.

II. Kabupaten Gumenggeng
Kyai Ageng Lebe Lontang berputra seorang bernama Raden Arya Bangah, yang mempunyai kesaktian lebih dari ayahnya, lagi pula mempunyai paras yang elok, sehingga para gadis remaja jatuh cinta dengan tidak disadari oleh Arya Bangah.
Akan tetapi setelah ayahnya mangkat, Raden Arya Bangah tidak mau diangkat menjadi Bupati Lumajang Tengah menggantikan ayahnya, tetapi Raden Arya Bangah mempunyai keinginan keras akan mendirikan kabupaten sendiri. Akhirnya diputuskan pergi mengembara menuju ke arah selatan dengan diikuti keluarga dan rakyatnya. Setelah sampai di kaki gunung Rengel, Raden Arya Bangah beserta pengikutnya menghentikan perjalanan. Dan kemudian membuka hutan akan dijadikan perkampungan.
Lama-lama perkampungan tersebut menjadi sebuah kabupaten yang diberi nama Gumenggeng. Sebagaimana ayahnya, Kabupaten Gumenggeng ini menjadi kabupaten yang aman sejahtera, dan rakyatnya hidup tenang dan makmur. Bekas kabupaten tersebut sekarang menjadi Desa Banjaragung (Kecamatan Rengel).
Raden Arya Bangah mempunyai seorang putra bernama Arya Dandang Miring. Setelah memerintah 22 tahun, Raden Arya Bangah mangkat. Semasa hidup ayahnya, Redan, Arya Dandang Miring ini suka bertapa, kadang-kadang mengembara di tempat-tempat yang sunyi, dengan maksud minta kepada para dewata, agar keturunannya kelak dapat menjadi bupati prajurit dan negara yang akan diperintahnya selalu dalam keadaan aman tenteram, lagi pula rakyatnya dapat hidup makmur. Karena sangat kuat dan tabahnya Raden Arya Dandang Miring menyatukan cipta dan kehendaknya, akhirnya permintaannya dikabulkan oleh dewata yang mulia dan dalam bersamadi, Raden Arya Dandang Miring mendapatkan ilham yaitu : Semangkat ayahnya kelak, ia tidak diperkenankan menjadi bupati di Gumenggeng, sebab kalau tetap menjadi bupati di Gumenggeng, apa yang dicita-citakan tidak akan tercapai. Untuk mencapai cita-cita itu ia harus membuka hutan sendiri yang letaknya di sebelah barat laut dari Kabupaten Gumenggeng, dan lagi kabupaten tersebut hanya khusus untuk Raden Arya Dandang Miring sendiri. Permintaannya baru terkabul jika putranya kelak membuka hutan yang bernama Papringan dan setelah dibuka, supaya diberi nama Tuban. Dan putranya itulah kelak yang dapat menurunkan para Bupati Tuban turun temurun dan Kabupaten Tuban akan menjadi kabupaten yang aman tenteram, lagi rakyatnya hidup makmur sesuai dengan permintaannya, juga akan menjadi tempat peristirahatan (makam) para wali atau para aulia dari Negeri Arab, kalau sudah tiba waktunya. Zaman itu adalah zaman masuknya kebudayaan Hindu di Pulau Nusantara dan menurut ramalan itu, kelak Tuban akan memasuki babak baru dimana agama Islam mulai berkembang (3 abad kemudian yaitu abad 15). Perintah Dewata yang mulia (ilham) yang diterima itu, dilaksanakan oleh Raden Arya Dandang Miring.

III. Kabupaten Lumajang
Oleh karenanya setelah ayahnya mangkat Raden Dandang Miring tidak mau menggantikan ayahnya menjadi Bupati Gumenggeng, akan tetapi memerintahkan kepada semua penggawa dan rakyatnya membuka hutan yang bernama Ancer yang letaknya di sebelah barat laut Kabupaten Gumenggeng. Setelah pembukaan hutan tersebut selesai, lalu diberi nama Lumajang. Raden Arya Dandang Miring berputra seorang yang diberi nama Raden Dandang Wacana, parasnya sangat bagus, sakti lagi berbudi maha pendeta utama, dengan demikian sangat dikasihi oleh rakyatnya. Sedang Bupati Raden Arya Dandang Miring memerintah Negara Lumajang dengan aman sentosa, rakyat dan penggawa sangat kasih kepada beliau. Negara dan rakyat dalam keadaan aman sentosa, sehingga penduduknya tidak mengenal pencuri dan kekurangan. Setelah Raden Arya Dandang Miring memerintah Lumajang selama 20 tahun, kemudian mangkat. Sebelum beliau mangkat, beliau berpesan kepada putranya Raden Arya Dandang Wacana supaya melakukan ilham yang diterima dari dewata mulia, yakni membuka Hutan Papringan untuk dijadikan negara.
Semangat ayahnya, Raden Arya Dandang Wacana melaksanakan apa yang diperintahkan oleh ayahnya. Rakyat beserta penggawa Kabupaten Lumajang, diperintahkan membuka Hutan Papringan dan setelah pembukaan tersebut selesai, kemudian diberi nama Tuban.

IV. Kabupaten Tuban
Pada waktu pembukaan Hutan Papringan, keluarlah dengan tidak terduga Sumber Air, Metu Banyu (bahasa Jawa) yang kemudian disingkat menjadi Tu-Ban, merupakan nama wilayah kabupaten yang spontan diberikan oleh Raden Arya Dandang Wacana, sumber air ini sangat sejuk dan meskipun terletak di tepi pantai utara Pulau Jawa, mata air tadi tidak bergaram, lain halnya dengan pantai kota-kota lainnya.

Bupati ke I
Dalam pemerintahan Raden Arya Dandang Wacana negara dan rakyat selalu dalam keadaan aman dan sejahtera, pencuri perampok tidak dikenal oleh penduduk. Sandang pangan berlimpah-limpah, penduduk tak pernah merasa kekurangan. Siang malam selalu ramai, hampir tak ada bedanya. Oleh karena itu penduduk sangat cinta dan kasih kepada sang Bupati Raden Arya Dandang Wacana.
Setelah 3 tahun memegang pemerintahan Raden Arya Dandang Wacana memerintahkan membuat Pesanggrahan. Pesanggrahan ini dikelilingi parit dan kolam, ditanami dengan aneka macam pohon yang menyebabkan Pesanggrahan tersebut rindang dan membuat pemandangan yang sangat indah dan menarik. Pesanggrahan tersebut kini diberi nama “Bekti” dan nama ini diambilkan dari kata “Pangabekti” (bahasa Jawa). Sebab jika sang Bupati Raden Arya Dandang Wacana sedang beristirahat di Pesanggrahan tersebut, banyak penggawa dan rakyat yang berdatang sembah (mengabekti). Dan sekarang Pesanggrahan dan desa tersebut namanya menjadi “Bektiharjo” (Harjo = rejo, banyak pengunjung). Perlu diketahui bahwa Raden Arya Dandang Wacana juga berganti nama Kyai Gede Papringan. Setelah memerintah 20 tahun Bupati Dandang Wacana mangkat, jenazahnya dimakamkan di dekat Kaligunting Desa Prunggahan Kulon, Kecamatan Semanding.
Kabupaten Tuban yang tersebut pertama tadi, sekarang menjadi 3 desa yakni : “Dukuh Trowulan, Desa Prunggahan Kulon dan Desa Prunggahan Wetan.” Hingga sekarang para wanita kelahiran 3 desa tersebut, terkenal akan kecantikannya dan terdapat ciri khas yakni “dekik” (bahasa Jawa) pada pipinya. Kecantikan wanita-wanita tersebut bagaikan bidadari yang mengejawantah, oleh karena itu para pemuda boleh pilih untuk dijadikan teman hidupnya. Agar mudah diingat, para bupati yang pernah memerintah dalam Kabupaten Tuban, kami beri nomor urut.
Bupati pertama dari Kabupaten Tuban ialah Raden Arya Dandang Wacana (Kyai Ageng Papringan, sebab Raden Arya Dandang Wacanalah yang mendirikan kabupaten dengan nama Tuban. Menurut babad Tuban karangan E.J. Jasper, Tuban merupakan daerah Andahan, (vazalstaat) dari Majapahit, sejak Arya Dikara menjadi Bupati Tuban, bupati yang terakhir ini (yang ke 6 dari daftar Bupati Tuban) setelah mempunyai menantu Syeh Ngabdur¬rahman, kemudian memeluk agama Islam (abad ke15). Kyai Ageng Papringan berputra 2 orang, yakni Nyai Ageng Lanang Jaya dan Nyai Ageng Ngeksa. Nyai Ageng Lanang Jaya berputra seorang yang diberi nama Raden Ronggolawe, Nyai Ageng Ngeksa berputra seorang yang diberi nama Raden Arya Kebo Anabrang.

Bupati ke II
Setelah neneknya mangkat (Kyai Ageng Papringan) yang menggantikan jadi bupati yakni cucunya Raden Hariyo Ronggolawe. Setelah Raden Hariyo Ronggolawe memegang tampuk pemerintahan, rumah kabupaten dipindah sebelah barat Guwo Akbar. Bekas kabupaten sekarang dipergunakan untuk makam Bakung Kecamatan Semanding).

Bupati ke III
Sesudah Raden Ronggolawe mangkat, Raden Sirolawe menggantikan ayahnya menjadi Bupati Tuban. Beliau memerintah selama 15 tahun dan mangkat.

Bupati ke IV
Raden Hariyo Sirolawe berputra seorang bernama Raden Hariyo Sirowenang dan setelah ayahnya mangkat ia menjadi bupati. Pemerintahan Sirolawe berlangsung selama 43 tahun.

Bupati ke V
Setelah Raden Hariyo Sirowenang mangkat, diganti oleh puteranya, Raden Hariyo Lena. Pemerintahan berlangsung selama + 52 tahun dan pada pemerintahannya rumah kabupaten dipindahkan ke Desa Doromukti (Kecamatan Kota Tuban).

Bupati ke VI
Setelah mangkatnya Raden Hariyo Leno, Raden Hariyo Dikara puteranya menggantikan menjadi bupati. Beliau memerintah selama 18 tahun dan kabupatennya berdiri tetap di Desa Doromukti. Beliau mempunyai putera 2 orang yakni : Raden Ayu Hariyo Tejo dan Kyai Ageng Ngraseh. Kemudian Raden Ayu Hariyo Tejo menjadi isteri Syeh Ngabdurahman, putera Syeh Jali/Syeh Jalaludin/Kyai Makam Dawa/Ngalimurtala dari Gresik (saudara Sunan Ngampel). Sejak pemerintahan Bupati Raden Dikara, Bupati Tuban memeluk agama Islam.

Bupati ke VII
Setelah Bupati Raden Hariyo Dikara mangkat yang menggan¬tikan menantunya Syeh Ngabdurahman dan kemudian berganti nama Raden Hariyo Tejo. Beliau memerintah selama + 41 tahun (tahun 1460). Dibawah pemerintahan Bupati Raden Hariyo Tejo inilah, maka Tuban sebagai daerah andalan Majapahit, turut memberontak membantu Raden Patah melawan Brawijaya. Majapahit jatuh kedalam kekuasaan Raden Patah tahun 1478, yang kemudian menjadi Sultan Demak dan sejak itu Tuban ada di bawah Demak.
Bupati ke VIII
Raden Hariyo Tejo mempunyai seorang putera yang diberi nama Raden Hariyo Wilatikta dan setelah ayahnya mangkat, beliau yang menggantikan. Pemerintahan Bupati Hariyo Wilatikta ini berlangsung selama + 40 tahun.

Bupati ke IX
Setelah Raden Hariyo Wilatikta mangkat, yang menggantikan menjadi bupati ialah Kyai Ageng Ngraseh, yang kemudian kawin dengan Putera Raden Hariyo Wilatikta. Setelah memerintah + 40 tahun mangkat.
Bupati ke X
Perkawinan Kyai Ageng Ngraseh dengan putra putri Raden Hariyo Wilatikta berputera seorang yang diberi nama Kyai Ageng Gegilang yang kemudian menggantikan ayahnya. Pemerintahannya berlangsung selama + 38 tahun.

Bupati ke XI
Penggantian Kyai Ageng Gegilang ialah yang bernama Kyai Ageng Batabang. Beliau mangkat setelah memerintah selama 14 tahun lamanya.

Bupati ke XII
Pengganti Bupati Kyai Ageng Batabang ini putra tunggalnya ialah Raden Hariyo Balewot. Beliau memerintah selama + 56 tahun kemudian mangkat.

Bupati ke XIII
Bupati Hariyo Balewot mempunyai 2 orang putra yakni Pangeran Sekartanjung dan Pangeran Ngangsar. Setelah Bupati Raden Hariyo Balewot mangkat yang menggantikan ialah puteranya sulung yaitu Pangeran Sekartanjung.
Bupati ini terbunuh waktu beliau sedang bersembahyang Jum’at dengan ditusuk Pusaka Lilam Upih yang bernama Kyai Loyan dari belakang oleh adiknya yaitu Pangeran Ngangsar. Tusukan ini menembus punggung dan dada dan akhirnya Bupati Pangeran Sekartanjung mangkat. Pemerintahannya berlangsung selama + 22 tahun dan mempunyai putra 2 orang yaitu Pangeran Hariyo Permalat dan Hariyo Salampe, waktu ayahnya mangkat kedua putranya masih kecil.

Bupati ke XIV
Pengganti Bupati Pangeran Sekartanjung ialah adiknya Pangeran Ngangsar. Baru memerintah 7 tahun beliau mangkat.

Bupati ke XV
Setelah Bupati Pangeran Ngangsar mangkat, yang menggantikan ialah Pangeran Hariyo Permalat, sekira pada tahun 1568 bupati ini kemudian kawin dengan putra putri Kanjeng Sultan Pajang (Raden Jaka Tingkir), Raden Jaka Tingkir menjadi Sultan Pajang tahun 1568 dan Tuban termasuk daerah kekuasaannya.
Beliau mempunyai seorang putra diberi nama Pangeran Dalem. Setelah memerintah selama + 38 tahun kemudian mangkat, pada masa itu Pangeran Dalem masih kecil.

Bupati ke XVI
Karena Pangeran Dalem masih kecil, maka yang menggantikan Bupati Pangeran Hariyo Permalat ialah Hariyo Salampe. Pemerintahan bupati ini berlangsung selama + 32 tahun dan kemudian mangkat.

Bupati ke XVII
Setelah Bupati Hariyo Salampe mangkat, digantikan oleh Pangeran Dalem. Pada masa pemerintahan, beliau memindah rumah kabupaten ke Kampung Dagan (Kota Tuban) sebelah selatan Watu tiban. Di samping itu beliau mendirikan masjid dan benteng di luar kota, terletak di Guwo Akbar membujur dari timur ke barat. Pembuatan benteng ini, Kyai Mohammad Asngari yang ditugaskan, sebagian dari benteng ternyata belum dapat diselesaikan pada waktunya. Dan ketika hal ini diketahui oleh Bupati Pangeran Dalem, Kyai Mohamad Asngari dipanggil menghadap ke kabupaten. Setelah Kyai Mohamad Asngari menghadap, Bupati Pangeran Dalem memerintahkan agar benteng tersebut lekas dapat, diselesaikan, dan bilamana tidak, Kyai Mohammad Asngari akan menerima hukuman, hal mana disanggupi. Dengan hati sedih Kyai pulang dan pada malam harinya ia bersamadi. Permintaannya, dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa dan pada pagi harinya benteng yang dimaksud telah jadi dengan megahnya. Hal mana sangat mengagumkan penduduk di sekitarnya juga Bupati Pangeran Dalem. Karena indah lagi besar, maka benteng tersebut oleh Pangeran Dalem diberi nama Benteng Kumbakarna. Dan sejak itu pulalah maka Kyai Mohammad Asngari termashur karena kesaktian ilmunya.
Hal pembuatan benteng terdengar juga oleh Sultan Mataram Hanyakra Kusuma saudara dari Martadipura putra dari Panembahan Seda Krapyak (Panembahan Seda Krapyak putra dari Sutawijaya), dan diketahui pula bahwa Bupati Pangeran Dalem akan melepaskan diri dari Sultan Mataram (1614). Hal tersebut dapat diketahui oleh Sri Sultan dengan bukti Benteng Kumbakarna yang didirikan oleh Bupati Pangeran Dalem. Untuk membuktikan dugaan tersebut Sri Sultan secara diam-diam mengirimkan utusan ke Tuban untuk menyelidiki akan kebenarannya. Yang mendapat tugas menjadi mata-mata ialah Kyai Randu Watang. Dalam menjalankan tugas mata-mata tersebut, Kyai Randu Watang setibanya di Tuban menanam 2 batang pohon randu alas sebagai tanda bukti bahwa Kyai Randu Watang telah sampai di Tuban. Tugas yang diberikan oleh Sri Sultan dapat dilaksanakan dengan baik, dan dapat diketahui olehnya bahwa benar-benar Bupati Pangeran Dalem ingin melepaskan diri dari kekuasaan Mataram. Kemudian ia lekas-lekas kembali ke Mataram untuk melaporkan hal tersebut kepada Sri Sultan. Setelah Sri Sultan mendengarkan laporan itu beliau sangat murka. Untuk mencegah maksud Bupati Pangeran Dalem tersebut, Sri Sultan mengirimkan 35.000 orang prajurit yang dipimpin oleh Pangeran Pojok ke Tuban.
Sebaliknya Bupati Pangeran Dalem setelah mendengar bahwa Prajurit Mataram akan menyerang Tuban, beliau memerintahkan kepada semua prajurit berjaga-jaga akan segala kemungkinan yang akan terjadi. Kedatangan prajurit-prajurit Mataram disambut dengan pertempuran oleh Prajurit Tuban. Pertumpahan darah terjadi, dan kedua belah pihak menderita kerugian yang besar. Mula-mula prajurit-prajurit Tuban disemua medan mendapat kemenangan, tetapi karena jumlah prajurit Mataram lebih banyak, maka akhirnya Prajurit Tuban banyak yang lari dan menyerah (1619). Setelah diketahui bahwa Prajurit Tuban banyak yang lari dan menyerah Bupati Pangeran Dalem melarikan diri ke Pulau Bawean. Tetapi di Pulau Bawean beliau tidak lama tinggal kemudian pergi ke Desa Rajekwesi (Bojonegoro sekarang). Pada waktu itu Rajekwesi masih merupakan hutan dan di bawah pemerintahan Jipang Panolan. Setelah menetap 5 tahun lamanya di Rajekwesi, Pangeran Dalem mangkat dan dimakamkan di Desa Kadipaten terletak di sebelah timur Kota Bojonegoro.
Hingga kini makam tersebut masih ada, terkenal dengan nama makam Buyut Dalem. Pada waktu peperangan sedang berkobar, meriam pusaka Kyai Sidomurti yang ditempatkan di Desa Kepohdondong (Palang) hilang tak berbekas. Menurut E.J. Jasper, meriam tersebut asal hadiah dari Portugis atau dari Belanda dan jatuh di tangan Tentara Mataram. Setelah peperangan berakhir dengan kekalahan Tuban, Pangeran Pojok segera memberi laporan kepada Sri Sultan. Atas perintah Sri Sultan, Pangeran Pojok diizinkan menjadi bupati di Tuban.
Bupati ke XVIII
Pangeran Pojok memegang pemerintahan selama + 42 tahun. Pada Hari Gerebeg Maulud tahun Dal semua bupati di seluruh tanah Jawa datang ke Mataram untuk menghadap Sri Sultan. Demikian pula halnya dengan Bupati Pangeran Pojok. Tetapi ketika perjalanan beliau menuju Mataram sampai Blora, beliau mendadak sakit dan mangkat di situ juga. Jenazahnya dimakamkan di sebelah selatan alun-alun Blora. Pada waktu beliau mangkat para putra masih kecil, oleh karena itu tidak dapat menggantikan jadi bupati.

Bupati ke XIX
Penggantinya ialah Pangeran Anom adik Pangeran Pojok. Dan setelah Pangeran Anom memegang pemerintahan selama 12 tahun atas perintah Sri Sultan, Pangeran Anom diberhentikan dari jabatan. Di Kabupaten Tuban untuk sementara waktu, jabatan bupati ditiadakan dan hanya diberi perwakilan (Umbul) 4 orang yakni : 1. Wongsoprojo bertempat di Jenu, 2. Wongsohito bertempat di Gresik, 3. Wongsocokro di Kidulngardi, 4. Yudoputro bertempat di Singgahan.

Bupati ke XX
Selanjutnya yang jadi bupati ialah Pangeran Sujokopuro atau Yudonegoro dan kabupaten bertempat di Prunggahan Kulon (Kecamatan Semanding).

Bupati ke XXI
Untuk mengisi lowongan jabatan bupati di Tuban, setelah Yudonegoro, oleh Sri Sultan diangkat Arya Balabar atau Arya Blender asal dari Mataram. Dan pemerintahan Arya Blender, rumah kabupaten dipindahkan ke Kampung Kaibon yang terletak di sebelah selatan makam Kyai Kusen (Kota Tuban). Beliau mangkat setelah memerintah + 39 tahun, membuat masjid sebelah barat makam Sunan Bonang.

Bupati ke XXII
Pengganti Bupati Arya Balabar ialah Pangeran Sujonoputro, Bupati Japanan (Mojokerto). Pada masa pemerintahan bupati ini rumah kabupaten dipindahkan ke Desa Prunggahan (Semanding), pemerintahan beliau berlangsung selama 10 tahun, kemudian mangkat dan dimakamkan di Desa Boto.

Bupati ke XXIII
Yang menggantikan ialah Putra Pangeran Judonegoro. Beliau mangkat setelah memerintah 15 tahun dan jenazahnya dimakamkan di Giri.

Bupati ke XXIV
Setelah Bupati Pangeran Yudonegoro mangkat, penggantinya adalah Raden Arya Surodiningrat, bupati dari Pekalongan. Pada masa pemerintahan Raden Arya Surodiningrat, terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Raden Arya Diposono dan dibantu oleh Kyai Mangunjoyo asal dari Madura. Bupati Arya Surodiningrat mangkat dalam peperangan melawan kaum pemberontak setelah memegang pemerintahan selama 12 tahun lamanya.

Bupati ke XXV
Setelah dapat mengalahkan Bupati Raden Arya Suryodiningrat, Raden Aryo Diposono menggantikan jadi bupati. Setelah 16 tahun lamanya beliau memerintah Kabupaten Tuban, terjadilah peperangan melawan orang Madura. Peperangan ini berlangsung di Desa Singkul atau Sedayu. Raden Aryo Diposono mangkat dalam peperangan ini. Jenazahnya dimakamkan di Desa Singkul juga.
Bupati ke XXVI
Kyai Reksonegoro Patih Tuban setelah itu menjadi bupati berganti nama Kyai Tumenggung Cokronegoro. Mangkat setelah memerintah selama 47 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Desa Dagangan (Kecamatan Parengan). Karena banyak berjasa kepada negara, Kyai Tumenggung Cokronegoro diberi pangkat kehormatan “Adipati”, Menurut J.E. Jasper tahun 1773 Gubernur van de Burgh mengusulkan pada Sultan Mataram supaya Bupati Tuban Mas Reksonegoro atau Mas Tumenggung Cokronegoro dipecat, karena pemerintahannya memberatkan penduduk dan tak dapat memenuhi tugasnya membayar upeti pada pemerintahan Belanda.

Bupati ke XXVII
Pengganti Adipati Cokronegoro ialah putranya yakni Kyai Purwonegoro. Ketika pemerintahan Bupati Purwonegoro ini berlangsung + 24 tahun, beliau sakit dan mengambil perlop atau cuti dan pergi ke Demak. Sakit beliau tidak berkurang, bahkan makin parah, akhirnya mangkat dan jenazahnya dimakamkan di Demak juga. Bupati Purwonegoro juga terkenal dengan sebutan Bupati Perlop, yakni asal dari kata “perlop” atau “cuti”.

Bupati ke XXVIII
Setelah Bupati Purwonegoro mangkat, penggantinya ialah Bupati Kyai Lieder Surodinegoro (Lieder = Ridder in de Orde van Oranje Nassau = nama bintang jasa). Pemerintahan Bupati Kyai Lieder Surodinegoro ini hanya berlangsung selama 3 tahun dan kemudian mangkat.

Bupati ke XXIX
Setelah Bupati Lieder Suryoadiwijoyo mangkat, diganti oleh putranya, yakni Raden Suryoadiwijoyo atau Raden Tumenggung Suryodinegoro. Pada masa pemerintahannya beliau memerintahkan memindah rumah kabupaten ke Kampung Gowah (Desa Sendangharjo Tuban). Pembuatan rumah kabupaten ini dapat diselesaikan pada tanggal 1 Juli 1814. Pemerintahan Bupati Raden Suryoadinegoro ini berlangsung selama 12 tahun dan berhenti.
Bupati ke XXX
Pengganti Bupati Raden Suryoadinegoro ini adalah Bupati Pangeran Citrasoma ke VI, asal Bupati Jepara atau nomor VI urutan dari Jepara. Pemerintahan Bupati Pangeran Citrasoma ke VI ha¬nya berlangsung selama 6 tahun, kemudian dipindahkan ke Lasem. Selama 3 tahun, terus dipindahkan lagi ke Jepara. Pembuatan ru¬mah kabupaten tahun 1821, yang menjadi tempat kediaman para bupati sampai sekarang.

Bupati ke XXXI
Pengganti Bupati Pangeran Citrasoma ke VI ini ialah Bupati Pangeran Citrasoma ke VII atau dihitung dari Tuban, Citrasoma II. Setelah memerintah selama 20 tahun mangkat.

Bupati ke XXXII
Pengganti Bupati Citrasoma ke VII ialah Bupati Pangeran Citrasoma ke VIII atau dari Tuban ke III. Memerintah selama 20 tahun, kemudian pensiun.

Bupati ke XXXIII
Pengganti Bupati Pangeran Citrasoma ke VIII, ialah Bupati Raden Tumenggung Panji Citrasoma ke IX atau Tuban ke IV, setelah memerintah 22 tahun kemudian dipensiun.

Bupati ke XXXIV
Setelah Bupati Raden Tumenggung Citrasoma ke IX pensiun, diganti oleh Raden Mas Somobroto tahun 1892, setelah memerintah 4 bulan mangkat, jenazahnya dimakamkan di makam Astana Bonang.
Bupati ke XXXV
Setelah Raden Mas Tumenggung Somobroto mangkat diganti oleh menantunya ialah Raden Adipati Arya Kusumodigdo. Beliau mangkat setelah memerintah selama 16 tahun dan jenazahnya dimakamkan di Astana Makampati Tuban (tahun 1893¬1911).

Bupati ke XXXVI
Pengganti Raden Adipati Arya Kusumodigdo kakaknya Raden Tumenggung Pringgowinoto asal Patih Rembang 1911-1919. Pada tahun 1920 di Tuban dimulai jalan Kereta Api NIS.

BUPATI KE XXXVII : R.AA. PRINGGODIGDO/KUSUMODININGRTA 1919-1927
BUPATI KE XXXVIII : R.M.A.A. KUSUMOBROTO 1927-1944
BUPATI KE XXXIX : R.T. SUDIMAN HADIATMODJO 1944-1946
BUPATI KE XL : R.H. Mustain 1946-1956
BUPATI KE XLI : R. Sundaru 1956-1958
BUPATI KE XLII : R. Istomo 1958-1960
BUPATI KE XLIII : M. Widagdo 1960-1968
BUPATI KE XLIV : R. Soeparmo 1968-1970 (p.d.) (Penyusun Catatan Sejarah Tuban)
BUPATI KE XLV : R. H. Irchamni 1970-1975
BUPATI KE XLVI : H. Moch. Masdoeki 1975-1980
BUPATI KE XLVII : Surati Moersam 1980 - 1985
BUPATI KE XLVIII : Drs. Djoewahiri Marto Prawiro 1985 - 1991
BUPATI KE XLIX : Drs. H. Sjoekoer Soetomo 1991-
BUPATI KE XLX : Hindarto 1996 - 2001
BUPATI KE XLXI : Dra. Haeny Relawati Rini Widiastuti, MSi 2001 - sampai sekarang

ARTI LAMBANG KABUPATEN TUBAN

Kabupaten Tuban memiliki lambang daerah yang dijadikan identitas diri. Disetiap gambar dari lambang kabupaten Tuban memilik pengertian masing masing. Dalam satu keutuhan akan menjadi ciri khusus (identitas) maupun cita0cita luhur Kabupaten Tuban.


ARTI PADA LAMBANG KABUPATEN TUBAN

Lambang kabupaten Tuban terbagi atas 8 bagian yaitu :

1. Bentuk Perisai Putih yang bersudut lima

Dengan jiwa yang suci murni dan hati yang tulus iklas masyarakat Tuban menjunjung tinggi Pancasila. Sekaligus merupakan perisai masyarakat dalam menghalau segenap rintangan dan halangan untuk menuju masyarakat adil dan makmur yang diridloi oleh Tuhan Yang Maha Esa.

2. Kuda Hitam dan Tapal Kuda Kuning

Kuda hitam adalah kesayangan Ronggolawe, pahlawan yang diagungkan oleh masyarakat Tuban karena keikhlasannya mengabdi kepada negara, watak kesatriannya yang luhur dan memiliki keberanian yang luar biasa. Tapal kuda Ronggolawe berwarna kuning emas melingkari warna dasar merah dan hitam melambangkan kepahlawanan yang cermelang dari Ronggolawe.

3. Gapura Putih

Melambangkan pintu gerbang masuknya Agama Islam yang dibawakan oleh “Wali Songo” antara lain Makdum Ibrahim yang dikenal dengan nama Sunan Bonang, dengan itikat yang suci murni dan hati yang tulus ikhlas, masyarakat Tuban melanjutkan perjuangan yang pernah dirintis oleh para “Wali Songo”.

4. Bintang Kuning bersudut lima

Rasa Tauhid kepada Tuhan Yang Maha Esa yang memancar didada tiap-tiap insan rakyat Tuban memberikan kesegaran dan ketangguhan iman, dalam berjuang mencapai cita-cita yang luhur.

5. Batu hitam berbentuk umpak dan pancaran air berwarna biru muda

Menunjukan dongeng kuno tentang asal kata Tuban. Batu hitam berbentuk umpak ialah Batu-Tiban dari kata ini terjadilah kata Tuban. Pancaran air atau sumber air ialah Tu-Banyu (mata ir) menjadi kata Tuban.

6. Pegunungan berwarna hijau, daun jati dan kacang tanah

Tuban penuh dengan pegunungan yang berhutan jati dan tanah-tanah pertanian yang subur dengan tanaman kacang tanah. Pegunungan berwarna hijau mengandung arti masyarakat Kabupaten Tuban mempunyai harapan besar akan terwujudnya masyarakat yang adil makmur yang diridloi Tuhan Yang Maha Esa.

7. Perahu emas, Laut biru dengan gelombang putih sebanyak tiga buah.

Sebelah utara Kabupaten Tuban adalah lautan yang kaya raya, yang merupakan potensi ekonomi Penduduk pesisir Kabupaten Tuban. Penduduk Pesisir utara adalah nelayan-nelayan yang gagah berani. Dalam kedamaian dan kerukunan masyarakat Daerah Kabupaten Tubanuntuk membangun daerahnya menghadapi tiga sasaran yaitu:
1. Pembangunan dan peningkatan perbaikan mental dan kerohanian.
2. Pembangunan ekonomi.
3. Pembangunan Prasarana yang meliputi jalan-jalan, air dsb.

8. Keterangan angka

1. Lekuk gelombang laut sebanyak 17 melambangkan tanggal 17.
2. Lubang tapal kuda berjumlah 8 melambangkan bulan Agustus.
3. Daun dan biji jati melambangkan angka 45.
dengan demikian masyarakat Kabupaten Tuban menjnjung tinggi hari Proklamasi Kemerdekaan Negara Indonesia. Semangat Proklamasi menjiwai perjuangan dan cita-cita masyarakat Kabupaten Tuban.

Di Kesempatan kali ini kami mencoba memposting tentang tempat wisata di Kabupaten Tuban

A. Goa Akbar

Goa akbar adalah salah satu tempat wisata yang cukup popouler di kabupaten tuban,tempatnya yang cukup strategis,yang tepatnya terletak di pinggir pasar baru tuban,sehingga banyak wisatawan yang berkunjung kesana,bukan hanya keelokan pemandangan(arsitektur batu,keindahan panorama dll) tapi juga karena tiket masuknya yang murah(Kurang dari 5ribu perak)

B.MAKAM SUNAN BONANG

Makam sunan adalah tempat wisata yang sangat sering di kunjungi oleh wisatawan atau warga tuban khususnya Umat islam karena selain untuk menikmati panorama yang ada di sekitarnya,juga merupakan tempat untuk berziarah,dan selain itu kita juga bisa membeli segala peralatan sholat disana

C. AIR TERJUN NGLIRIP

Tempat ini merupakan tempat wisata di tuban yang berada di kecamatan singgahan lokasinya yang dekat hutan dan memiliki pemandangan yang luar biasa indahnya menjadi daya tarik tersendiri di air terjun nglirip ini,selain itu di sini juga tidak di pungut biaya alias gratisssss.

D. MASJID AGUNG TUBAN

Masjid agung merupakan masjid yang terbesar di kabupaten Tuban selain digunakan untuk tempat beribadah juga bisa di gunakan untuk tempat singgah sementara bagi wisatawan dari luar kota,masjid ini lokasinya dekat alon-alon dan berdampingan dengan Makam Sunan Bonang,sehingga sering di sebut ‘Tiga Serangakai’ wisata Tuban.

E. KLENTENG KWAN SING BIO

Di Tuban juga ada Klenteng Kwan Sing Bio,Klenteng tersebut merupakan klenteng terbesar di Asia Tenggara jadi tidak mengherankan jika klenteng tersebut sangat banyak di kunjungi berbagai macam wisatawan,klenteng ini mempunyai keunikan antara lain adalah simbolnya,dimana umumnya simbol klenteng itu naga tapi klenteng Kwan Sing bio justru mempunyai simbol Kepiting,lokasinya yang menhadap ke laut juga mempunyai daya tarik tersendiri.

F. PEMANDIAN BEKTIHARJO

Bektiharjo merupakan salah satu wisata yang terletak di kecamatan semanding tuban,tempat ini banyak di minati oleh para remaja yang ada di wilayah tuban bahkan sampai di luar tuban karena selain digunakan sebagai tempat refreshing juga sebagai tempat Untuk pacaran,dan bektiharjo juga memiliki tempat pemandian yang cukup besar,mulai dari anak-anak sampai orang yang udah bau tanah atau alias udah kakek-kakek bisa kesana.

G. GOA NGERONG

Goa ngerong merupakan wisata yang terletak di kecamatan rengel alias tempat yang cukup tinggi dari kabupaten tuban tapi meskipun lokasinya agak tinggi kecamatan ini sering terkena banjir(Menurut teman kami rIski Toha),kadang – kadang wista ini sepi karena terhalang banjir,meskipun begitu tempat ini masih Eksis untuk menarik para wisatawan karena pemandanganya yang sangat indah(Tapi berhati-hatilah konon kalau ada seseorang yang mengambil ikan dari sana akan terkena kutukan 100tahun atau bisa-bisa anda Turex alias tidak laku kawin.

Category List

MARDIYAN RONGGOLAWE. Diberdayakan oleh Blogger.
PEMERINTAHAN

Kabupaten Tuban terdiri dari 19 kecamatan yaitu: Bancar, Bangilan, Grabagan, Jatirogo, Jenu, Kenduruan, Kerek, Merakurak, Montong, Palang, Parengan, Plumpang, Rengel, Semanding, Senori, Singgahan, Soko, Tambakboyo, Widang Sedangkan Kota Tuban sendiri terdiri dari 17 kelurahan yaitu :Doromukti, Sidorejo, Kingking, Kebonsari, Mondokan, Latsari, Sidomulyo, Karang Sari, Ronggomulyo, Baturetno, Sukolilo, Perbon, Sendangharjo, Kutorejo, Karang, Gedongombo, Panyuran

WISATA DAN CINDERAMATA

Di kota Tuban kita bisa mengunjungi beberapa obyek wisata, di antaranya Gua Akbar, Masjid Agung, Makam Sunan Bonang,Ngerong Rengel, Pemandian Bektiharjo, Air Panas Prataan, Air Terjun Nglirip,Goa Suci,Makam Syeh Maulana Ibrahim Asmaraqandi dan Pantai Boom. Cenderamata khas yang bisa dibeli adalah kain tenun (batikgedog) dengan motif yang sangat khas. Motif khas ini juga bisa kita temui dalam bentuk kaos, baju wanita, dan selendang. Disamping itu ada juga cinderamata berupa miniatur tempat berjualan Legen (minuman khas tuban) yang disebut "ONGKEK". Bentuknya seperti tempat berjualan Soto tetapi terbuat dari bambu. Miniatur ini banyak dijual di toko yang menjual oleh-oleh khas Tuban. Selain itu, Tuban juga terkenal sebagai kota Tuak (atau toak dalam bahasa lokal). Tuak adalah cairan (legen)dari tandan buah pohon lontar (masyarakat menyebutnya uwit bogor) yang difermentasikan sehingga sedikit memabukkan karena mengandung alkohol. Sedianya legen dibuat menjadi gula jawa, atau dapat juga langsung diminum sebagai minuman yang menyegarkan dan tentu saja, tidak memabukkan, selain itu buah dari pohon lontar (ental atau siwalan ) ini juga bisa dimakan dan berasa manis serta kenyal.

ASAL-USUL

Kota Tuban memiliki asal usul dalam beberapa versi yaitu yang pertama disebut sebagai TU BAN yang berarti waTU tiBAN (batu yang jatuh dari langit) yaitu batu pusaka yang dibawa oleh sepasang burung dari Majapahit menuju Demak, dan ketika batu tersebut sampai di atas Kota Tuban, batu tersebut jatuh dan dinamakan Tuban. Adapun versi yang kedua yaitu berarti meTU BANyu berarti keluar air, yaitu peristiwa ketika Raden Dandang Wacana (Kyai Gede Papringan) atau Bupati Pertama Tuban yang membuka Hutan Papringan dan anehnya, ketika pembukaan hutan tersebut keluar air yang sangat deras. Hal ini juga berkaitan dengan adanya sumur tua yang dangkal tapi airnya melimpah, dan anehnya sumur tersebut dekat sekali dengan pantai tapi airnya sangat tawar. Ada juga versi ketiga yaitu TUBAN berasal dari kata 'Tubo' atau Racun yang artinya sama dengan nama kecamatan di Tuban yaitu Jenu.

GEOGRAFI

Luas wilayah Kabupaten Tuban 183.994.561 Ha, dan wilayah laut seluas 22.068 km2. Letak astronomi Kabupaten Tuban pada koordinat 111o 30' - 112o 35 BT dan 6o 40' - 7o 18' LS. Panjang wilayah pantai 65 km. Ketinggian daratan di Kabupaten Tuban bekisar antara 0 - 500 mdpl. Sebagian besar wilayah Kabupaten Tuban beriklim kering dengan kondisi bervariasi dari agak kering sampai sangat kering yang berada di 19 kecamatan, sedangkan yang beriklim agak basah berada pada 1 kecamatan. Kabupaten Tuban berada pada jalur pantura dan pada deretan pegunungan Kapur Utara. Pegunungan Kapur Utara di Tuban terbentang dari Kecamatan Jatirogo sampai Kecamatan Widang, dan dari Kecamatan Merakurak sampai Kecamatan Soko. Sedangkan wilayah laut, terbentang antara 5 Kecamatan, yakni Kecamatan Bancar, Kecamatan Tambakboyo, Kecamatan Jenu, Kecamatan Tuban dan Kecamatan Palang. Kabupaten Tuban berada pada ujung Utara dan bagian Barat Jawa Timur yang berada langsung di Perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah atau antara Kabupaten Tuban dan Kabupaten Rembang.Tuban memiliki titik terendah, yakni 0 m dpl yang berada di Jalur Pantura dan titik tertinggi 500 m yang berada di Kecamatan Grabagan. Tuban juga dilalui oleh Sungai Bengawan Solo yang mengalir dari Gresik menuju Solo

SUKU BUDAYA

Tuban mayoritas Suku Budayanya adalah Suku Jawa dan minoritas diantaranya adalah suku lain, seperti suku Madura, suku cina, suku Kalimantan, dll. Kebudayaan asli Tuban beragam, salah satunya adalah sandur. Budaya lainnya adalah Reog yang banyak ditemui di Kecamatan Jatirogo.

PENDIDIKAN

Kualitas Pendidikan di Tuban tergolong sangat baik. Terbukti dengan adanya 3 sekolah yang bertaraf internasional, antara lain, SMP Negeri 1 Tuban, SMA Negeri 1 Tuban, dan SMK Negeri 1 Tuban,SMP Negeri 3 Tuban serta puluhan SMP dan SMA yang bertaraf Nasional. Menurut rencana, ada 1 SD yang akan bertaraf internasional, yakni SD Negeri 1 Kebonsari dan 2 SMP, yakni , SMP Negeri 5 Tuban, dan SMP Negeri 1 Rengel. Berbagai event lomba di juarai oleh pelajar Tuban. Banyak diantaranya adalah sekolah yang berkecimpung dalam dunia Karya Ilmiah Remaja, diantaranya adalah MTsN Tuban, SMP Negeri 1 Tuban, SMP Negeri 3 Tuban, SMP Negeri 4 Tuban, SMP Negeri 6 Tuban, SMP Negeri 7 Tuban, SMP Negeri 1 Rengel, SMP Negeri 1 Jenu, SMP Negeri 1 Jatirogo, SMP Negeri 1 Singgahan,SMA Negeri 3 Tuban,SMA Negeri 1 Tuban, SMA Negeri 2 Tuban, MAN TUBAN, dll. Selain Universitas Sunan Bonang ada institut pendidikan tinggi baru, yaitu Universitas Ronggolawe, yang pada awalnya dikenal sebagai IKIP PGRI TUBAN di Jalan Manunggal. Jurusan bahasa Inggris dari institut ini telah kerjasama dengan sebuah organisasi sukarela Inggris yang bernama Voluntary Service Overseas sejak tahun 1989. Setelah tiga sukarelawan, organisasi lain, yaitu Volunteers in Asia yang berasal dari Amerika Serikat meneruskan tradisi ini dengan mengekspos mahasisiwa serta dosen yang kurang sempat berlatih bahasa sehari-hari. Ketua jurusan Bapak Agus Wardhono telah menjadi doktor (S-3) dalam bidang Linguistik Inggris di Universitas Negeri Surabaya.

DAERAH VITAL KOTA TUBAN

Sebagai Kabupaten, Tuban memiliki tempat penting seperti Kantor Bupati Tuban, Pendopo Kridho Manunggal (yang pernah dirusak dan dibakar massa), Kantor DPRD, Masjid Agung Tuban, GOR Rangga Jaya Anoraga, dll.

TUBAN TEMPOE DOELOE

Pemerintahan Kabupaten Tuban ada sejak tahun 1293 atau sejak pemerintahan Kerajaan Majapahit. Pusat pemerintahannya dulu adalah di Desa Prunggahan Kulon kecamatan Semanding dan kota Tuban yang sekarang dulunya adalah Pelabuhan karena dulu Tuban merupakan armada Laut yang sangat kuat. Asal nama Tuban sudah ada sejak pemerintahan Bupati Pertama yakni Raden Dandang Wacana. Namun, pencetusan tanggal harijadi Tuban berdasarkan peringatan diangkatnya Raden Haryo Ronggolawe pada 12 November 1293. Tuban dulunya adalah tempat yang paling penting dalam masa Kerajaan Majapahit karena memiliki armada laut yang sangat kuat.

TUBAN PADA MASA PENYEBARAN AGAMA ISLAM

Tuban tidak hanya menjadi tempat penting pada masa Kerajaan Majapahit, namun Tuban juga menjadi tempat penting pada masa penyebaran Agama Islam. Hal tersebut dikarenakan Tuban berada di pesisir Utara Jawa yang menjadi pusat Perdagangan arab, dll yang sedang menyebarkan Agama Islam. Hal ini juga berkaitan dengan kisah Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga adalah putra dari Bupati Tuban VIII Raden Tumenggung Haryo Wilotikto. Sunan Kalijaga dikenal sebagai Brandal Loka Jaya, karena sebelum jadi Wali Sunan Kalijaga adalah brandal (preman) yang suka mencuri hasil kekayaan Kadipaten Tuban. Namun, hasil curian tersebut untuk para Fakir Miskin. Lama-kelamaan, perbuatan tersebut diketahui oleh ayahanda Sunan Kalijaga dan diusir dari Kadipaten Tuban. Dalam pengasingannya, Raden Mas Syahid (Sunan Kalijaga) bertemu dengan Sunan Bonang. Sunan Bonang memiliki Tongkat emas yang membuat Raden Syahid menjadi ingin memiliki tongkat tersebut. Sesaat kemudian, Sunan Kalijaga merebut tongkat emas dan Sunan Bonang jatuh tersungkur. Sunan Bonang menangis dan Sunan Kalijaga merasa iba. Akhirnya Sunan Kalijaga mengembalikan Tongkat Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga bertanya bagian mana yang membuat beliau kesakitan. Namun, Sunan Bonang menangis bukan karena kesakitan, tapi beliau menangis karena memutuskan rumput dan beliau berkata bahwa beliau merasa kasihan karena rumput yang tidak bersalah harus mati tercabut karena kesalahan beliau. Sesaat kemudian, beliau menancapkan Tongkat di Pesisir dan menyemburkan air. Tempat tersebut dinamai Sumur Srumbung. Setelah itu, Sunan Bonang menunjukkan Buah Aren yang berwarna emas. Raden Syahidpun tergoda dan memanjat pohon aren tersebut, tapi sebuah aren menimpa kepala beliau dan beliaupun pingsan. Setelah sadar, Raden Syahid diajak Sunan Bonang menuju Sungai di daerah Sekardadi Kecamatan Jenu. Di sana, beliau menjaga tongkat Sunan Bonang yang ditancapkan pada sebuah batu. Anehnya, beliau tertidur selama 2 tahun. setelah sadar, Raden Syahid diberi pakaian dhalang oleh Sunan Bonang dan di Juluki Sunan Kalijaga, maksudnya Kali dalam bahasa Indonesia berarti sungai, dan Jaga dimaksudkan karena sudah menjaga tongkat Sunan Bonang.

TUBAN PADA MASA PENJAJAHAN

Perjuangan masyarakat Tuban dalam melawan penjajah sangatlah gigih. Dengan bersenjatakan Bambu Runcing, mereka melawan penjajah. Namun, strategi masyarakat Tuban adalah dengan menggunakan Tuak, maksudnya, Penjajah disuguhi minuman memabukkan tersebut. Ketika mereka sudah tidak sadarkan diri, mereka menyerang dan menghancurkan pos dan benteng pertahanan penjajah.

TUBAN MASA KINI

Seiring kemajuan zaman, Tuban sekarang tidak sepenting dulu. Tuban sekarang sudah mulai dilupakan oleh masyarakat Indonesia, padahal Tuban mengandung nilai sejarah tinggi dan besar peran serta perjuangan masyarakat Tuban dalam melawan penjajah itu sudah mulai luntur dalam dunia pemerintahan Indonesia saat ini.

Tuban Merupakan Kota Semen pada masa sekarang, Semen Gresik yang terkenal besar di Indonesia pada masa sekarang juga beroperasi dan mendirikan pabrik di daerah Tuban. Selain itu di Tuban juga terdapat beberapa industri skala internasional, terutama dibidang Oil & Gas. Perusahaan yang beroperasi di Tuban antaralain PETROCHINA (di kecamatan Soko) yang menghasilkan minyak mentah, serta ada juga PT. TPPI & PERTAMINA TTU (di kecamatan Jenu)

Untuk pendidikan Tuban tidak kalah dengan daerah lain dipulau jawa, sudah sangat sedikit masyarakat Tuban yang buta huruf bahkan tinggal seberapa persennya, untuk pendidikan rata-rata masyarakat sudah mencapai pendidikan SMA.

H. MUSEUM KAMBANG PUTIH

Museum kambang Putih merupakan satu-satunya museum yang berada di kabupaten tuban,Lokasinya yang sangat strategis alias di tengah kota Tuban lebih tepatnya lagi bersebelahan dengan alon-alon,masjid agung,dan makam sunan bonang cukup ramai di kunjungi penduduk setempat dan juga wisatawan dari luar kota,di museum kambang putih kita akan menemukan sejarah-sejarah jaman dahulu yang berada di Kabupaten Tuban.

Ads 468x60px

  • Code Test

    Suspendisse neque tellus, malesuada in, facilisis et, adipiscing sit amet, risus. Sed egestas. Quisque mauris. Duis id ligula. Nunc quis tortor. In hendrerit, quam vitae mattis...

Bookmark Us

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites

Featured Posts Coolbthemes

Search Box

 
© Copyright 2010-2011 apakabartuban All Rights Reserved.
Template Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.