Pages

Pages

Pages

Jumat, 17 Juni 2011

Potret Buram Kemiskinan di Tuban, Nelayan & Petani Banting Setir Narik Becak


Para penarik becak dadakan di Tuban.
SARJI, lelaki berumur 32 tahun, warga Desa Temandang, Kecamatan Merakurak siang itu tampak mengaso di atas becaknya di jalan KH Mustain, Tuban.

Puluhan becak hampir tiap hari berderet di sepanjang jalan yang jaraknya hampir 1 km itu. Jumlah ini meningkat takala malam hari Jum`at, atau hari-hari libur.

Mereka rela mengantri para peziarah yang keluar dari gapura luar makam Sunan Bonang di kelurahan Kutorejo. Antrean penarik becak dengan jumlah yang lebih besar ini juga terjadi di sub terminal wilayah Jl AKBP Suroko.

Biasanya, mereka antri di dua tempat yang berjarak sekitar 2 kilometer itu bergantian. ‘’Saya bingung harus melakukan apa di rumah. Lahan tegalan juga tidak bisa ditanami karena kurang air,’’ tutur Sarji yang bisa bekerja di kebun.

Lelaki tersebut adalah satu dari ribuan orang penarik becak yang mengais rejeki di tempat-tempat ramai, termasuk makam yang sunan di deretan Wali Sanga itu. Bagi mereka, menyewa becak adalah alternative termudah untuk mendapatkan uang.

Tiap hari cukup setor antara Rp 2.500 hingga Rp 3.000 kepada pemiliknya. ‘’Kalau mau seharian ngetem bisa empat kali memuat penumpang,’’ tutur Hamid, penarik becak lainnya dari kawasan Semanding.

Sarji dan Himid, adalah potret buram warga pra masyarakat sejahtera di Kabupaten Tuban. Apabila dihitung jumlahnya mereka semakin banyak. Tidak salah kalau, aparat pemkab setempat kuwalahan menertibkan kalangan ini.

Pengguna jalan pun harus ekstra hati-hati dan kadang harus mengalah kalau mereka bekejar-kejaran dengan sesamanya di jalan raya demi kejar setoran. ‘’Kalau jumlahnya tidak tambah sedikit, dan berganti-ganti orang,’’ tutur Dodi, warga Kutorejo yang ikut menertibkan antrean becak ini.

Pada saat musim kering, para nelayan juga merasakan hal yang sama dengan petani. Mereka kesulitan mencari ikan. Karena itu profesi penarik becak ini menjadi ‘’idola’’.

Merantau mengadu nasib di luar kota ataupun negeri orang bukan lagi jaminan untung. Dengan empat kali muat mereka medapatkan uang Rp 20.000. Dipotong Rp 3000 untuk pemilik, dan beaya antre 4 kali Rp 1000, mereka masih mendapatkan Rp 13 ribu untuk dibawa ke rumah. ‘’Daripada tidak dapat duit sama sekali,’’ tutur mereka.

Sektor perdagangan dan industrialisasi di wilayah ini memang belum ‘’ramah’’ kepada mereka dan teman-teman senasibnya. ‘’Sulit cari kerja mas. Masih lebak baik begini bisa kumpul anak istri,’’ tambah penarik becak yang biasanya menyempatkan untuk pulang beberapa jam tiap harinya.(LensaIndonesia.com)

1 komentar:

  1. katanya banyak pabrik kok rakyatnya masih miskin. terus kemana hasil pengerukan sumber daya alam di Tuban????

    BalasHapus

Leave Your Comment. Thanks