TUBAN -- Puluhan aktivis perempuan dari empat lembaga di wilayah Kabupaten Tuban, menggelar aksi unjuk rasa di DPRD Tuban. Mereka menuntut DPRD segera membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang perlindungan kaum perempuan dan anak terhadap kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Aksi dalam bentuk teatrikal itu dilakukan, setelah 2 bulan sebelumnya mereka meminta bertemu (hearing) dengan DPRD untuk membahas rangkaian kasus KDRT tak ditanggapi.
Akhirnya para aktivis dari Koalisi Perempuan Ranggalawe (KPR) Tuban, Rumah Perempuan Kokoh (PRK), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Tuban dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Tuban menggelar aksi di gedung wakil rakyat tersebut.
Dalam aksinya, para aktivis memvisualisasi kasus kekerasan terhadap pembantu rumah tangga (PRT) asal Tuban, Malena, di Surabaya dalam bentuk teater. Para aktivis memainkan peran masing-masing dalam kasus penganiayaan terhadap PRT di rumagh keluarga pasutri, Eddie Budianto (50), dan Tan Fang May, (47). Tak ketinggalan pula ditampilkan pula anaknya, Ezra Tantoro Suryaputra (27) dan Rony Agustian Hutri (32) yang terlibat dalam penganiayaan.
Para Polwan dan sejumlah anggota dewan yang menyaksikan teatrikal itu terhenyak. Mereka larut dalam aksi teatrikal yang berisi kekerasan dan penganiayaan terhadap Marlena. Sejumlah Polwan menitikkan airmata, melihat aksi para aktivis tersebut.
"Sungguh biadab perbuatan majikan terhadap pembantu seperti itu," kata seorang Polwan dari Polres Tuban berparas ayu menanggapi aksi di depan pintu masuk utama Gedung DPRD Tuban di Jalan Teuku Umar-Tuban, Selasa (20/12/2011).
Usai aksi teatrikal para aktivis mendesak untuk bertemu dengan Ketua DPRD Tuban Kristiawan. Semula DPRD meminta 10 perwakilan untuk bertemu, namun ditolak para aktivis. Akhirnya setelah beberapa anggota Dewan yang mencoba menemuinya ditolak, sekitar 30 aktivis diterima langsung oleh Ketua Dewan, Kristiawan.
"Kami meminta ada Perda yang melindungi perempuan dan anak dalam KDRT. Ini sangat mendesak karena kasus KDRT yang menjadikan perempuan dan anak-anak korban makin naik di Tuban," tegas Suwarni, di samping sejumlah aktivis perempuan kepada DetikSurabaya.com di lokasi aksi.
Dia mengungkapkan, kekerasan terhadap perempuan dan anak di Tuban pada
tahun 2010 terdata di KPR Tuban mencapai 98 kasus. Sedangkan untuk tahun ini hingga bulan November 2011 jumlahnya merangkak menjadi 112 kasus. Tren angka kekerasan tersebut cenderung naik dari tahun ke tahun, namun di Tuban belum ada Perda yang melindungi perempouan dan anak.
Ketua DPRD Tuban Kristiwan di hadapan para aktivis menyatakan, pihaknya akan menindaklanjuti tuntutan dari para aktivis tersebut. Dia menjadwalkan untuk melakukan pertemuan lagi dengan para aktivis untuk membahas isi rancangan Perda tentang perlindungan terhadap perempuan dan anak.
"Kami akan membahas dulu di internal DPRD, untuk selanjutnya bertemu lagi dengan para aktivis terkait penyusunan Raperda tentang perlindungan terhadap perempuan dan anak," tegas Kristiwan.
Usai bertemu politisi muda dari Partai Golkar Tuban itu, para aktivis membubarkan diri.(detik.com)
Aksi dalam bentuk teatrikal itu dilakukan, setelah 2 bulan sebelumnya mereka meminta bertemu (hearing) dengan DPRD untuk membahas rangkaian kasus KDRT tak ditanggapi.
Akhirnya para aktivis dari Koalisi Perempuan Ranggalawe (KPR) Tuban, Rumah Perempuan Kokoh (PRK), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Tuban dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Tuban menggelar aksi di gedung wakil rakyat tersebut.
Dalam aksinya, para aktivis memvisualisasi kasus kekerasan terhadap pembantu rumah tangga (PRT) asal Tuban, Malena, di Surabaya dalam bentuk teater. Para aktivis memainkan peran masing-masing dalam kasus penganiayaan terhadap PRT di rumagh keluarga pasutri, Eddie Budianto (50), dan Tan Fang May, (47). Tak ketinggalan pula ditampilkan pula anaknya, Ezra Tantoro Suryaputra (27) dan Rony Agustian Hutri (32) yang terlibat dalam penganiayaan.
Para Polwan dan sejumlah anggota dewan yang menyaksikan teatrikal itu terhenyak. Mereka larut dalam aksi teatrikal yang berisi kekerasan dan penganiayaan terhadap Marlena. Sejumlah Polwan menitikkan airmata, melihat aksi para aktivis tersebut.
"Sungguh biadab perbuatan majikan terhadap pembantu seperti itu," kata seorang Polwan dari Polres Tuban berparas ayu menanggapi aksi di depan pintu masuk utama Gedung DPRD Tuban di Jalan Teuku Umar-Tuban, Selasa (20/12/2011).
Usai aksi teatrikal para aktivis mendesak untuk bertemu dengan Ketua DPRD Tuban Kristiawan. Semula DPRD meminta 10 perwakilan untuk bertemu, namun ditolak para aktivis. Akhirnya setelah beberapa anggota Dewan yang mencoba menemuinya ditolak, sekitar 30 aktivis diterima langsung oleh Ketua Dewan, Kristiawan.
"Kami meminta ada Perda yang melindungi perempuan dan anak dalam KDRT. Ini sangat mendesak karena kasus KDRT yang menjadikan perempuan dan anak-anak korban makin naik di Tuban," tegas Suwarni, di samping sejumlah aktivis perempuan kepada DetikSurabaya.com di lokasi aksi.
Dia mengungkapkan, kekerasan terhadap perempuan dan anak di Tuban pada
tahun 2010 terdata di KPR Tuban mencapai 98 kasus. Sedangkan untuk tahun ini hingga bulan November 2011 jumlahnya merangkak menjadi 112 kasus. Tren angka kekerasan tersebut cenderung naik dari tahun ke tahun, namun di Tuban belum ada Perda yang melindungi perempouan dan anak.
Ketua DPRD Tuban Kristiwan di hadapan para aktivis menyatakan, pihaknya akan menindaklanjuti tuntutan dari para aktivis tersebut. Dia menjadwalkan untuk melakukan pertemuan lagi dengan para aktivis untuk membahas isi rancangan Perda tentang perlindungan terhadap perempuan dan anak.
"Kami akan membahas dulu di internal DPRD, untuk selanjutnya bertemu lagi dengan para aktivis terkait penyusunan Raperda tentang perlindungan terhadap perempuan dan anak," tegas Kristiwan.
Usai bertemu politisi muda dari Partai Golkar Tuban itu, para aktivis membubarkan diri.(detik.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Leave Your Comment. Thanks