Pages

Pages

Pages

Senin, 23 Mei 2011

Penyiksa PRT Asal Tuban Merengek Minta Mati!

Surabaya - Tan Fang May (47) salah satu dari empat tersangka penganiayaan PRT dan babysitter dengan cara dipukuli, disiram, dirantai terlihat merengek-rengek ke penyidik. Tan yang paling banyak melakukan penganiayaan itu berteriak ingin mati dari pada dipenjara. Tan terdengar menangis tapi tidak keluar air mata.
"Wes aku dipateni ae (Saya dibunuh saja) lebih baik dari pada di sini (mendekam di penjara)," ujar Tan Fang May saat dimintai keterangan penyidik unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Surabaya, Minggu (22/5/2011).

"Aku gemes nontok de’e. Yo mesti ngene iki nek arep diperikso. Alasan tok. (Saya gemes melihatnya. Setiap kalau akan diperiksa selalu seperti itu, pura-pura menangis. Itu hanya alasan saja)," ujar salah satu petugas.
Selain melakukan tindakan kekerasan dengan cara yang keji, menyiram menggunakan air panas, memukulkan alat penggorengan yang masih panas, merantai, menginjak dan memukulinya dengan sapu lidi, keluarga tersangka May juga tidak mempunyai rasa kemanusiaan.

Dengan kondisi korban yang sakit, masih disuruh membeli gas elpiji ukuran 12 kg yang jaraknya dengan toko gas elpiji sekitar 3 km. Padahal malam itu, kondisinya juga hujan deras. Sedangkan, May bersama putranya melihat dari kejauhan korban Ena (17) yang sudah tidak kuat lagi mengangkat tabung gas elpiji 12 kg.
"Malam itu saya suruh beli gas elpiji karena ada keperluan mendadak," ujar May.
Setelah didesak, mengapa tidak membantu korban mengangkat tabung berisikan gas elpiji 12 kg, May malah meronta-ronta menangis.

"Ya pak, saya dan anak saya melihatnya dari ujung jalan," kata May.
Dari keempat tersangka penganiayaan majikan terhadap PRT dan babysitter, Tan Fang May (47) Eddie Budianto (50) keduanya pasangan suami istri yang juga orang tua dan menantu tersangka Ezra Tantoro Suryaputra (27) dan Rony Agustian Hutri (32) warga Darmo Permai Selatan, May-lah orang yang sering melakukan perlakuan kasar terhadap Ena.

"Ya pak, kadang saya injak-injak tubuhnya, saya jambak (rambut korban ditarik) sampai terjatuh. Berdiri saya tendang," ujarnya.

Berulang kali pemeriksaan sempat terhenti, karena May meronta-ronta menangis minta kasusnya tidak dilanjutkan. "Saya mohon maaf pak," kata May.

Mertua tersangka Rony ini mengaku selama ini tidak pernah menangis. Baru kali ini dia menangis saat terjerat kasus penganiayaan.

"Saya nggak pernah menangis. Baru kali ini saya menangis pak. Tolong aku sama keluargaku pak, aku nggak mau di sini," tambahnya.

Meski meronta-ronta menangis, polisi tetap menunggu tersangka normal untuk dimintai keterangan lanjutan.
Sementara Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Anom Wibowo mengatakan, selain menahan keempat tersangka, pihaknya juga mengamankan barang bukti diantaranya 1 buah sutil penggorengan, 1 termos air panas, sehelai kain yang dipakai untuk membungkam mulut korban. Seutas tali rafia, seutas rantai besi anjing dan 3 buah sapu lidi.

"Para tersangka kita jerat pasal berlapis yakni Pasal 80 UU RI no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman hukuman penjara maksimal 5 tahun. Pasal 44 UU RI No 23 tahun 2004 tentang KDRT dengan ancaman hukuman penjara maksimal 10 tahun dan pasal 88 UU RI no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, bahwa yang mengeksploitasi ekonomi dengan maksud menguntungkan diri sendiri pidana penjara maksimal 10 tahun," jelasnya.

Seperti diberitakan, empat tersangka dari satu keluarga mulai orang tua, anak dan menantu yang profesinya pengusaha, mahasiswa hingga dokter, melakukan penganiayaan seorang PRT dan dua orang babysitter.
Dari ketiga korban yang mengalami luka parah karena sering dipukuli, dirantai dengan rantai anjing dan disuruh makan makanan basi minum minuman air bekas cucian pakaian dan tidur di kandang anjing, adalah Ena (17) gadis asal daerah Kabupaten Tuban.(detiksurabaya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Leave Your Comment. Thanks