Hidup di Indonesia ini sepertinya sudah
tidak ada lagi keberkahannya. Hidup penuh dengan kedustaan, kebohongan,
kepalsuan, menipu, dan segela bentuk kejahatan dan perilaku yang
menyimpang. Sogok dan suap sudah menjadi ‘aqidah’.
Tak ada lagi para penegak hukum yang tak
pernah ‘menelan’ sogok dan suap. Sepertinya tidak ada setitikpun
harapan yang dapat diharapkan bagi masa depan Indonesia. Seakan semua
manusia bergerak ke arah perbuatan yang nista itu.
Belum usai kasus Bank Century, yang
diputuskan DPR, dan sampai sekarang belum ada tindak lanjutnya, dan
mungkin dibiarkan, tanpa ada langkah-langkah konkrit, khususnya terhadap
para penanggung jawab yang telah menggelontorkan dana bailout kepada
Bank Century Rp 6,7 triliun, sekarang semua orang membicarakan sosok
Gayus Tambunan, yang hanya golongan III A dari pegawai Dirjen Pajak,
menjadi seorang milyarder, yang kekayaannya sangat fantastis, dan yang
diungkap dari hasil korupsi/sogokan mencapai Rp 25 miliar. (berita
Republika,30/3/2009, jumlahnya Rp 28 miliar)
Lalu, ada yang membuat rekaan analisis,
bila pegawai pajak jumlahnya 32.000, seandainya yang bermental seperti
Gayus Tambunan 10 persen saja, maka 3200 dikalikan Rp 25 milyar,
hasilnya sudah Rp 80 triliun. Bagaimana seandainya yang bermental
seperti Gayus Tambunan itu, misalnya 90 persen, maka 28.000 dikalikan Rp
25 miliar, maka hasilnya mencapai 720 triliun. Sungguh luar biasa.
Inilah kisah negeri yang dihuni para
penjahat, koruptor, tukang tipu, tukang sogok dan suap, para maling uang
negara, dan semuanya tak ada yang merasa malu sedikitpun, di raut wajah
mereka. Para koruptor dan maling uang negara, dan tukang sogok, ketika
di pengadilan tak sedikitpun ada rasa penyesalan mereka, dan wajah
mereka tetap ceria, dan menebar senyum ke mana-mana, dan wajah mereka
tegas-tegas menatap kamera saat bertemu dengan para wartawan.
Negeri ini benar-benar aneh. Negeri yang
para birokrat dan pejabat serta penguasanya sangat aneh dan ajaib.
Mereka mempunyai prinsip, watak orang Indonesia itu, suka ‘pelupa’.
Jadi, kalau mereka korup, maling uang negara, menerima sogok dan suap,
lantas kasusnya dibawa ke pengadilan, prinsipnya pasti rakyat akan lupa,
tak akan ingat lagi peristiwa yang pernah terjadi sebelumnya. Maka
mereka mempunyai hobi 'menilep' uang negara, dan menerima sogok dan
suap.
Lihat saja kasus pemilihan deputi senior
Gubernur Bank Indonesia (BI), Miranda Gultom, yang sangat menyesakkan
dada, ada anggota dewan dari PDIP, Golkar, PPP, dan Fraksi TNI/Polri,
yang menerima uang 'balas budi' nilainya bermilyar-milyar, dan
dijelaskan dengan gamblang dan terang benderang. Tapi, sampai sekarang
yang ditekuk di pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) hanya yang
menerima travel cheque, tapi yang menyogok, masih dapat tertawa-tawa di
rumahnya.
Sesudah mantan Kabareskrim Polri, Susno
Duadji, membuat ‘nyanyian’ tentang Gayus Tambunan tentang raibnya uang
Rp 25 miliar yang raib, seakan-akan petir disiang bolong, dan semuanya
menjadi ‘kiamat’, tapi itu hanya sebentar saja. Karena mereka yang sudah
mendarah daging dengan kejahatan, pasti mereka tak akan pernah jera
dengan berita dan siaran di media, siang dan malam. Bahkan tak
segan-segan mereka berani membela diri.
Buktinya tak akan ada pengadilan yang
menjatuhkan hukuman berat bagi mereka yang telah melakukan kejahatan,
yang berkaitan dengan korupsi, sogok, suap, dan maling uang negara.
Kasus yang paling spektakuler dalam sejarah bangsa ini, yaitu kasus BLBI
yang menghabiskan Rp 650 triliun, dan tidak ada yang dihukum berat, dan
hanya beberapa gelintir orang. Disusul kasus bail out Bank Century Rp
6,7 triliun, sepertinya kasus ini akan berlalu bersamaan dengan waktu.
Para pejabat dan penagung jawab dibidang
penegakkan hukum, hanya sibuk membuat pernyataan di media eletronik dan
media cetak. Tidak ada tindakan yang konkrit dan nyata terhadap mereka.
Para penjahat itu, tak ada yang jera, karena mereka sudah tahu
hukumannya, dan hukumannya itu dapat diatur, seperti yang dilakukan
Gayus Tambunan yang di vonis bebas oleh pengadilan. Untuk apa takut
berbuat kejahatan, dan melakukan korupsi serta maling uang negara,
faktanya tak akan ada hukuman yang berarti.
Denny Indrayana yang menjadi sekretaris
Satgas Pemberantasan Makelar Kasus, hanya setiap malam ada di TV, dan
menjadi seakan ‘bintang film’, dalam sebuah film yang bernama Gayus
Tambunan. Betapa absurdnya kehidupan para pejabat di negeri ini,
buktinya, Gayus Tambunan, sebelumnya sudah bertemu dengan orang-orang
Satgas Pemberantas Makelar Kasus, seperti Deny Indrayana dan lainnya,
tapi mengapa masih dapat pergi meninggalkan Indonesia, dan tidak
ditangkap serta di tahan? Sesudah pergi dari Indonesia baru keluar dari
Polri, tindakan pencekalan. Inilah yang menjadi sebuah bukti ketidak
seriuasan para pejabat penegak hukum di Indonesia dalam menangani kasus
korupsi.
Dari kasus Gayus Tambunan ini terungkap
seluruh aparat penegak hukum terlibat, polisi, jaksa, , aparat pajak,
dan aparat penegak hukum lainnya, secara sistemik terlibat dalam
terlibat dalam kasus ini. Ini hanyalah salah satu kasus telah merembet
ke semua institusi penegak hukum, dan lembaga lainnya.
Denny Indrayana selaku sekretaris Satgas
Mafkelar Kasus, mengusulkan agar dilakukan pembuktian terbalik. Tapi,
ada yang memberikan komentar, ketika berlangsung diskusi di TV swasta di
Jakarta, presenternya mengomentari gagasan Denny, kalau itu dilakukan
adanya pembuktian terbalik terkait dengan kekayaan pajabat, maka
Indonesia akan bubar. Tidak ada penjabat yang dapat kalis, dari kasus
sogok, suap, dan maling uang negara. Salah bukktinya Gayus Tambunan yang
hanya golongan III A, faktanya dapat menjadi milyader. Bagaimana
pejabat yang lebih tinggi?
Menkeu Sri Mulyani, sering mendapatkan
pujian setinggi langit, bahwa berhasil melakukan reformasi birokrasi
Depkeu, tapi dengan Gayus Tambunan, sebenarnya reformasi apa yang
dikatakan berhasil oleh Menteri keuangan itu? Kenyataannya menjadi
'abal', walaupun gajinya para pegawai pajak sudah dinaikkan, tak menutup
tindakan korup mereka.
Gayus Tambunan hanyalah golongan III A
dari pegawai Dirjen Pajak, lalu pejabat-pejabat lainnya bagaimana?
Bagaimanan kalau dilakukan pembuktian terbalik atas segala kekayaan yang
mereka miliki itu? Dari mana sumbernya? Apakah mereka yang menjabat
sebagai birokrat dan penjabat dapat mempertanggungjawabkan harta
kekayaan mereka?
Salah seorang mantan Dirjen Pajak, yang
sekarang menjadi pejabat di BPK, memiliki kekayaan yang
bermilyar-milyar, dan berdasarkan pengakuannya, sebagian kekayaan yang
dimilikinya berasal dari hibah. Pantaslah kalau Indonesia tidak pernah
naik peringkatnya sebagai negara paling korup di muka bumi ini.
Wallahu’alam.
Sumber: http://www.eramuslim.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Leave Your Comment. Thanks