Photobucket

Seputar Hari Lahir dan Penggali Pancasila

Minggu, 04 Desember 2011


Oleh: Dr. Adian Husaini

PADA 1 Juni 2011 lalu, bertempat di Gedung MPR-RI, dilaksanakanlah peringatan Hari Lahir Pancasila. Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono hadir. Dua mantan Presiden, BJ Habibie dan Megawati, juga hadir. Acara itu merupakan prakarsa Ketua MPR RI, Taufik Kiemas, yang tak lain adalah suami Megawati Soekarnoputri.  Mereka semua berpidato tentang Pancasila. Intinya, menjelaskan kehebatan Pancasila dan perlunya bangsa Indonesia menegaskan komitmen dan kesetiaannya terhadap Pancasila.

Mengapa tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari kelahiran Pancasila.  Apa yang terjadi pada tanggal itu?

Alkisah, pada tanggal 1 Juni 1945, untuk pertama kalinya, istilah “Pancasila” disebutkan oleh Soekarno (Bung Karno) dalam Sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK).   Pada hari itu, di forum BPUPK, Bung Karno mengusulkan rumusan dasar Negara Negara, yang terdiri atas lima sila: (1) Kebangsaan Indonesia (2) Internasionalisme atau Perikemanusiaan (3) Mufakat atau demokrasi (4) Kesejahteraan Sosial (5) Ketuhanan.

Benarkah Bung Karno adalah orang pertama yang merumuskan Pancasila?  Ternyata tidak! Tiga hari sebelum pidato Bung Karno itu,  pada 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin sudah terlebih dahulu menyampaikan pidatonya yang juga mengandung usulan lima dasar bagi Indonesia merdeka, yaitu (1) peri kebangsaan (2) peri kemanusiaan (3) peri-Ketuhanan (4) peri kerakyatan dan (5) kesejahteraan rakyat.

p5

Tidak ada perbedaan fundamental antara lima asas Yamin dengan lima dasar Soekarno. Panjang naskah pidatonya pun sama, yaitu 20 halaman. Karena itulah, B.J. Boland dalam bukunya, The Struggle of Islam in Modern Indonesia (The Hague: Martinus Nijhoff, 1971), menyimpulkan bahwa  “The Pancasila was in fact a creation of Yamin and not Soekarno’s.” (Pancasila faktanya adalah karya Yamin dan bukan karya Soekarno).

Bahkan, tentang nama Pancasila sendiri, diakui oleh Soekarno ia mengkonsultasikan nama itu kepada seorang ahli bahasa, yang tidak lain adalah Muhammad Yamin. Dalam buku Sejarah Lahirnya Undang-undang Dasar 1945 dan Pancasila (Inti Idayu Press, 1984) disebutkan, bahwa Soekarno pada tahun 1966 mengakui, kata “sila” adalah sumbangan Yamin, sedangkan kata “Panca” berasal dari dirinya. (Lihat, Endang Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945, (Jakarta: GIP, 1997),hal. 18-19). Juga, Restu Gunawan, Muhammad Yamin dan Cita-cita Persatuan, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2005), hal. 48-50).

Juga, sebagai catatan, soal penggali Pancasila sebenarnya hingga kini masih menyisakan perdebatan. Dalam rapat-rapat BPUPK, sebenarnya ada sekitar 30 anggota yang berbicara, termasuk  Mohammad Hatta. Anehnya,  hanya pidato 3 orang saja yang dimasukkan ke dalam buku Muhammad Yamin, Pembahasan Undang-undang Dasar Jilid I.  Notulen rapat BPUPK semula dipegang oleh RP Suroso, lalu dipimjam oleh Adinegoro. Selanjutnya Muhammad Yamin meminjam dari Adinegoro dengan alasan akan diterbitkan, untuk itu perlu diedit. Sampai meninggalnya Yamin, naskah notulen tersebut tidak pernah muncul, sementara yang beredar di masyarakat adalah bukunya Yamin, yang hanya memuat pidato 3 orang saja.  Bung Hatta pernah mengaku sangat kecewa dengan hilangnya notulen BPUPK tersebut.

Jadi, peringatan kelahiran Pancasila pada 1 Juni  dan menyandarkannya pada Bung Karno, masih perlu penelaahan sejarah yang lebih serius.  Bukti-bukti sejarah jutru menunjukkan, bahwa rumusan Pancasila resmi saat ini, sebenarnya  lahir pada 18 Agustus 1945. Oleh sebab itu, lebih tepat jika hari lahir pancasila disebut tanggal 18 Agustus 1945. Tanggal 1 Juni adalah peringatan Pidato Bung Karno tentang Pancasila, dan bukan Hari Lahir Pancasila.

Sebelum rumusan resmi 18 Agustus 1945, sudah ada rumusan resmi Pancasila yang disepakati dalam BPUPK, yaitu rumusan Piagam Pancasila versi Piagam Jakarta (Pembukaan UUD 1945).  Bedanya, hanya terletak pada rumusan tujuh kata pada sila pertama, yaitu “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”

Karya bersama

Jadi, Pancasila sebenarnya bukanlah rumusan seorang Bung Karno sendirian. Pancasila saat ini adalah kesil kesepakatan tokoh-tokoh bangsa yang memiliki berbagai aspirasi ideologis, termasuk para tokoh Islam yang tergabung dalam Panitia Sembilan di BPUPK, yaitu KH Wahid Hasyim, Haji Agus Salim, Abikoesno Tjokrosoejoso, dan Abdul Kahar Muzakkir.

Tokoh Masyumi, Mr. Mohamad Roem pernah mengingatkan kekeliruan pengkultusan seseorang dalam soal perumusan dan pemaknaan Pancasila.  Di masa Orde Lama (1959-1965), pemikiran Soekarno banyak dijadikan sebagai tafsir baku terhadap Pancasila. Soekarno ditempatkan sebagai penafsir tunggal atas Pancasila. Padahal, menurut Mr. Mohamad Roem, Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, bukan lagi merupakan pikiran Soekarno semata. Ia telah merupakan buah pemikiran para anggota BPUPK, khususnya yang tergabung dalam Panitia Kecil (Panitia Sembilan).

Mr. Mohamad Roem, dalam orasi ilmiah saat Dies Natalis Universitas Islam Sumatera Utara, Januari 1969,  mengingatkan, bahwa dalam pidatonya di BPUPK, Soekarno sendiri yang berkata bahwa: “Pertama-tama Saudara, apakah kita hendak mendirikan Indonesia merdeka untuk sesuatu orang?”  Mohamad Roem kemudian menyatakan: “Pengetahuan bahwa Pancasila itu kata sepakat dari karya 62 orang “de beste zonen van het land”  lebih menimbulkan rasa kepercayaan daripada anggapan yang di masa Orde Lama diindoktrinasikan, bahwa Pancasila hanya dikerjakan oleh satu orang saja. Dan kata sepakat itu dicapai dengan jalan yang sulit. Pertukaran pikiran berlangsung berhari-hari, kadang-kadang tegang. Tetapi senantiasa dalam suasana perdamaian, dengan penuh keikhlasan, didorong oleh kesadaran bahwa dalam saat yang bersejarah itu, mereka harus mendapatkan dasar bagi negara yang akan merdeka, yang tahan uji berabad-abad akan datang.”  (Dikutip dari makalah Mohamad Roem, Lahirnya Pancasila, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977)..

Dalam buku berjudul Pantjasila Dasar Filsafat Negara oleh Bung Karno, dimuat pidato-pidato Bung Karno saat memberikan kursus/kuliah umum tentang Pancasila  di Istana Negara Jakarta dan di Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Kursus-kursus itu diselenggarakan oleh satu lembaga bernama “Liga Pancasila”. Dalam pidatonya, Soekarno antara lain menyatakan:

“Saya gali sampai jaman Hindu dan pra-Hindu. Masyarakat Indonesia ini boleh saya gambarkan dengan saf-safan. Saf ini di atas saf itu, di atas saf itu saf lagi. Saya melihat macam-macam saf. Saf pra-Hindu, yang pada waktu itu telah bangsa yang berkultur dan bercita-cita. Berkultur sudah, beragama sudah, hanya agamanya lain dengan agama sekarang, bercita-cita sudah. Jangan kira bahwa kita pada jaman pra-Hindu adalah bangsa yang biadab… Jadi, empat saf, saf pra-Hindu, saf Hindu, saf Islam, saf imperialis, menembus jaman Islam, menembus jaman Hindu, masuk ke dalam jaman pra-Hindu.”

(Soekarno, Pantjasila Dasar Filsafat Negara, (Djakarta: Jajasan Empu Tantular, 1960),

Jika benar, bahwa Pancasila digali dari zaman pra-Hindu, dan bukan berasal dari zaman Hindu, Islam, atau era penjajah Barat maka, tentunya bisa dipertanyakan, bagaimana dengan aspirasi para tokoh Islam pada perumusan Piagam Jakarta – yang di dalamnya memuat naskah Pancasila -- pada Sidang BPUPK tahun 1945? Apakah benar, konsep itu murni hanya digali dari zaman pra-Hindu? Tentu saja pemahaman semacam ini tidak mudah dibuktikan kebenarannya dan lebih merupakan sebuah dogma. Sebab, kehebatan peradaban zaman pra-Hindu di Indonesia  sendiri tidak mudah dibuktikan secara ilmiah.   Pada 1 Juni 1945, Soekarno memang mengajukan rumusan Pancasila. Tapi, Pancasila rumusan Soekarno dan rumusan lainnya kemudian dirembukkan dalam rapat-rapat Panitia Sembilan BPUPK, dan kemudian keluarlah rumusan Pancasila yang berbeda dengan rumusan versi Soekarno.

Soal kemanusiaan, misalnya, sudah mengalami perubahan mendasar, dengan penambahan kata ”adil” dan ”beradab”. Kerakyatan juga dipimpin oleh ”hikmah”,  bukan  oleh suara terbanyak. Istilah ”adil”, ”adab” dan ”hikmah”, jelas bukan produk asli Indonesia. Bisa dipastikan, di bumi Indonesia tidak dikenal istilah dan konsep ”adil”, sebelum masuknya Islam ke bumi Nusantara ini. Kaum Muslim memahami istilah ”adil” sebagai ”meletakkan sesuatu pada tempatnya” sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Sebelum kedatangan Islam, di Jawa sudah berkembang agama Bhairawa Tantra yang diantara ritualnya adalah menyembelih dan meminum darah wanita secara berjamaah. Apakah ini juga produk asli Indonesia? Apakah budaya koteka juga produk asli Indonesia?

Teori “lapis budaya” yang dikemukakan oleh  Soekarno juga pernah diungkap oleh Pendeta Dr. Eka Darmaputera, dalam disertasi doktornya yang berjudul Pancasila and the Search for Identity and Modernity, di Ph.D. Joint Graduate Program Boston and Andover Newton Theological School, tahun 1982. Eka menyebutkan adanya tiga lapisan budaya di Indonesia, yaitu asli, India, dan Islam. Tentang lapisan asli Indoenesia, Eka menyimpulkan:

“Lapisan asli Indonesia merupakan sesuatu yang amat sulit, bila tidak dapat dikatakan mustahil, untuk dijabarkan dengan lengkap dan pasti. Kesepakatan yang ada ialah, bahwa sebelum datangnya peradaban India ke Indonesia, ia telah mencapai tingkat kebudayaan yang relatif tinggi dan berakar cukup dalam. Secara umum, lapisan ini dapat digambarkan sebagai berikut: dasar peradabannya adalah pertanian (sawah dan ladang); struktur sosialnya adalah desa; kepercayaan agamaniahnya adalah animisme; …” (Lihat, Eka Darmaputera,   Pancasila: Identitas dan Modernitas (Jakarta: Badan Penerbit Kristen Gunung Mulia, 1997), hal. 41.)

Jika konsep adanya “lapis budaya”  ini diterima kebenarannya dan diaplikasikan dalam pemaknaan terhadap Pancasila, maka siapa pun kemudian bisa bertanya lebih jauh: jika agama di zaman pra-Hindu, yakni pada lapisan asli Indonesia,  adalah animisme, maka apakah konsep Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila sekarang harus dikembalikan pemaknaannya pada konsep animisme? Tentu saja tidak! Bung Karno sendiri menegaskan, ia adalah seorang Muslim, dan ia percaya sepenuhnya kepada Tuhan. Ia katakan: “Kalau saudara tanya kepada saya persoonlijk, apakah Bung Karno percaya kepada Tuhan? Ya, saya ini percaya dan tadi saya sudah berkata saya ini orang Islam. Bahkan, saya betul-betul percaya kepada agama Islam.” (Soekarno, Pantjasila Dasar Filsafat Negara, hal. 58)

Dalam sejarahnya,  Partai Komunis Indonesia juga pernah menerima Pancasila, tetapi memberikan makna yang berbeda terhadap sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam pidatonya di Majelis Konstituante tanggal 13 November 1957, tokoh Islam Kasman Singodimedjo banyak mengkritisi pandangan dan sikap PKI terhadap Pancasila. Kasman menilai PKI hanya membonceng Pancasila untuk kemudian diubah sesuai paham dan ideologinya. Ketika itu PKI bermaksud mengubah sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi ”kebebasan beragama”. Termasuk dalam ”kebebasan beragama” adalah ”kebebasan untuk tidak beragama.” Kasman mengingatkan:

”Saudara ketua, sama-sama tokoh kita mengetahui bahwa soko guru dari Pancasila itu adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sama-sama kita mengetahui bahwa Tuhan Yang Maha Esa itu justru telah mempunyai peraturan-peraturan yang tentu-tentu bagi umat manusia yang lazimnya dinamakan agama. Saudara ketua, sama-sama kita tahu, bahwa PKI dan komunis pada umumnya dan pada dasarnya justru anti Tuhan dan anti-Agama!.”  (Hidup Itu Berjuang, Kasman Singodimedjo 75 Tahun,  hal. 480-481).

Keberatan dan kecurigaan Kasman Singodimedjo dan para tokoh Islam lainnya di Konstitante dengan masuknya komunis ke kubu pendukung Pancasila memiliki alasan yang sangat masuk akal. Sebab,  berbagai ungkapan Karl Marx dan Lenin memang menunjukkan kebencian kepada agama.  Dalam buku kecil berjudul  Tiga Dusta Raksasa Palu Arit Indonesia: Jejak Sebuah Ideologi Bangkrut di Pentas Jagad Raya, (Jakarta: Titik Infinitum, 2007), sastrawan Taufiq Ismail mengutip sejumlah ungkapan Karl Marx dan Lenin tentang agama, seperti: “Agama adalah madat (candu) bagi masyarakat. Menghujat  agama adalah syarat utama semua hujatan…” Juga, ungkapannya: “Agama harus dihancurkan, karena agama mengilusi rakyat dalam memperoleh kebahagiaan sejati…” Lenin juga berkata: “Setiap ide tentang Tuhan adalah semacam infeksi berbau busuk.” Juga, katanya, “Penyebaran pandangan anti-Tuhan adalah tugas utama kita. Kita harus memperlakukan agama dengan bengis. Kita harus memerangi agama. Inilah ABC materialisme dan juga ABC Marxisme.”

Bahkan, sebelum pemilu 1955, Mohammad Natsir  sudah melihat gejala penafsiran Pancasila yang keliru dan kemudian digunakan untuk menyudutkan umat Islam. Dalam ceramahnya saat Peringatan Nuzulul Quran, Mei 1954, Natsir mengingatkan agar tidak terburu-buru memberikan vonis kepada umat Islam, seolah-olah umat Islam  akan menghapuskan Pancasila. Atau seolah-olah umat Islam tidak setia pada Proklamasi. ”Yang demikian itu sudah berada dalam lapangan agitasi yang sama sekali tidak beralasan logika dan kejujuran lagi,” kata Natsir. Lebih jauh Natsir menyampaikan, ”Setia kepada Proklamasi itu bukan berarti bahwa harus menindas dan menahan perkembangan dan terciptanya cita-cita dan kaidah Islam dalam kehidupan bangsa dan negara kita.” Natsir juga meminta agar tidak ada yang merasa berhak memonopoli penafsiran Pancasila dan juga mengharapkan agar Pancasila dalam perjalannya tidak diisi dengan ajaran-ajaran yang menentang al-Quran, wahyu Ilahi yang semenjak berabad-abad telah menjadi darah daging bagi sebagian terbesar bangsa Indonesia. (M. Natsir, Capita Selecta 2, hal. 150.).

Kini, di tengah maraknya seruan “kembali ke Pancasila” umat Islam Indonesia perlu mewaspadai dan bersikap antisipatif tentang upaya penyelahgunaan Pancasila untuk menyeret bangsa Indonesia ke kutub ateisme atau liberalisme. Di era liberalism saat ini, sudah muncul suara-suara yang menyatakan, bahwa salah satu makna dari Ketuhanan Yang Maha Esa adalah “kebebasan untuk tidak beragama”.  Dalam pidatonya di Konstituante, tokoh PKI, Ir. Sakirman mengakui, bahwa PKI memang menginginkan agar sila Ketuhanan Yang Maha Esa diganti dengan sila “Kemerdekaan Beragama dan Berkeyakinan Hidup.” (Pidato Ir. Sakirman dikutip dari buku Pancasila dan Islam: Perdebatan antar Parpol dalam Penyusunan Dasar Negara di Dewan Konstituante, editor: Erwien Kusuma dan Khairul (Jakarta: BAUR Publishing, 2008),  hal. 275).

Orde Lama dan Orde Baru diakui telah melakukan kekeliruan terhadap penafsiran Pancasila. Orde Reformasi masih “gamang” memahami dan menafsirkan Pancasila. Padahal, bagi kaum Muslim, makna Pancasila sejatinya sudah sangat jelas, jika diletakkan dalam konteks sejarah perumusan dan perspektif pandangan alam Islam (Islamic worldview). Orde Baru melakukan kekeliruan dengan meletakkan Pancasila sebagai worldview, sehingga Pancasila bersaing dengan agama.

Jadi, bangsa Indonesia tidak perlu merumuskan “konsep Tuhan menurut Pancasila”, “konsep manusia menurut Pancasila”, “konsep alam menurut Pancasila”. Sebab, konsep-konsep itu sudah dirumuskan dalam agama. Menurut analisis Adnan Buyung Nasution, terjadinya polemik dan konfrontasi ide antara Islam dan Pancasila dalam sejarah di Indonesia, adalah akibat dikembangkannya konsep Pancasila sebagai doktrin atau pandangan dunia (worldview) yang komplek dan khas, sehingga berbenturan dengan pandangan dunia lain, seperti Islam. Lebih jauh, Adnan Buyung menulis:

”Saya berpendapat bahwa kejadian ini sebagian ada hubungannya dengan kenyataan bahwa sejak tahun 1945 dan khususnya pada tahun-tahun berlangsungnya kampanye pemilihan umum, Pancasila dikembangkan menjadi doktrin atau pandangan dunia yang kompleks, yang berbeda dengan padangan-pandangan dunia lain. Perbedaannya dengan Islam, yang pada dasarnya sudah mempunyai pandangan dunia yang khas, menjadi semakin tajam karena setiap pandangan dunia selalu akan dianggap lebih benar, lebih lengkap dan sempurna dibandingkan dengan pandangan dunia lain oleh para penganutnya. Karena itu, perkembangan Pancasila menjadi doktrin dan pandangan dunia yang khas sebenarnya tidak menguntungkan, kalau dinilai dari tujuannya mempersatukan bangsa.... Pancasila juga menjadi saingan utama bagi agama Islam, yang bagi para penganutnya merupakan wahyu Ilahi mengenai kebenaran dan keadilan dalam kehidupan pribadi dan masyarakat!”  (Adnan Buyung Nasution, Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia, Studi Sosio-Legal atas Konstituante 1956-1959 (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1995), hal. 63-64.

Kesalahan lain Orde Baru adalah menjadikan Pancasila sebagai landasan amal. Padahal, bagi kaum Muslim, amal harus berlandaskan pada keimanan Islam. Jadi, tidak perlu dirumuskan, bagaimana tata cara bangun tidur menurut Pancasila, tata cara masuk kamar mandi menurut Pancasila, cara menggosok gigi menurut Pancasila, cara makan menurut Pancasila, cara menghormati tamu menurut Pancasila, cara berpakaian menurut Pancasila, dan sebagainya. Sebab, bagi kaum Muslim, semua amal perbuatan itu sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW yang tak lain adalah suri tauladan (uswah hasanah) kaum Muslim, termasuk suri tauladan Bung Karno, Megawati, Habibie, dan juga Pak SBY.

Wallahu a’lam bil-shawab. (Depok, 2 Rajab 1432 H/3 Juni 2011).
Sumber: Seputar Hari Lahir dan Penggali Pancasila

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Leave Your Comment. Thanks

ARTI LAMBANG KABUPATEN TUBAN

Kabupaten Tuban memiliki lambang daerah yang dijadikan identitas diri. Disetiap gambar dari lambang kabupaten Tuban memilik pengertian masing masing. Dalam satu keutuhan akan menjadi ciri khusus (identitas) maupun cita0cita luhur Kabupaten Tuban.


ARTI PADA LAMBANG KABUPATEN TUBAN

Lambang kabupaten Tuban terbagi atas 8 bagian yaitu :

1. Bentuk Perisai Putih yang bersudut lima

Dengan jiwa yang suci murni dan hati yang tulus iklas masyarakat Tuban menjunjung tinggi Pancasila. Sekaligus merupakan perisai masyarakat dalam menghalau segenap rintangan dan halangan untuk menuju masyarakat adil dan makmur yang diridloi oleh Tuhan Yang Maha Esa.

2. Kuda Hitam dan Tapal Kuda Kuning

Kuda hitam adalah kesayangan Ronggolawe, pahlawan yang diagungkan oleh masyarakat Tuban karena keikhlasannya mengabdi kepada negara, watak kesatriannya yang luhur dan memiliki keberanian yang luar biasa. Tapal kuda Ronggolawe berwarna kuning emas melingkari warna dasar merah dan hitam melambangkan kepahlawanan yang cermelang dari Ronggolawe.

3. Gapura Putih

Melambangkan pintu gerbang masuknya Agama Islam yang dibawakan oleh “Wali Songo” antara lain Makdum Ibrahim yang dikenal dengan nama Sunan Bonang, dengan itikat yang suci murni dan hati yang tulus ikhlas, masyarakat Tuban melanjutkan perjuangan yang pernah dirintis oleh para “Wali Songo”.

4. Bintang Kuning bersudut lima

Rasa Tauhid kepada Tuhan Yang Maha Esa yang memancar didada tiap-tiap insan rakyat Tuban memberikan kesegaran dan ketangguhan iman, dalam berjuang mencapai cita-cita yang luhur.

5. Batu hitam berbentuk umpak dan pancaran air berwarna biru muda

Menunjukan dongeng kuno tentang asal kata Tuban. Batu hitam berbentuk umpak ialah Batu-Tiban dari kata ini terjadilah kata Tuban. Pancaran air atau sumber air ialah Tu-Banyu (mata ir) menjadi kata Tuban.

6. Pegunungan berwarna hijau, daun jati dan kacang tanah

Tuban penuh dengan pegunungan yang berhutan jati dan tanah-tanah pertanian yang subur dengan tanaman kacang tanah. Pegunungan berwarna hijau mengandung arti masyarakat Kabupaten Tuban mempunyai harapan besar akan terwujudnya masyarakat yang adil makmur yang diridloi Tuhan Yang Maha Esa.

7. Perahu emas, Laut biru dengan gelombang putih sebanyak tiga buah.

Sebelah utara Kabupaten Tuban adalah lautan yang kaya raya, yang merupakan potensi ekonomi Penduduk pesisir Kabupaten Tuban. Penduduk Pesisir utara adalah nelayan-nelayan yang gagah berani. Dalam kedamaian dan kerukunan masyarakat Daerah Kabupaten Tubanuntuk membangun daerahnya menghadapi tiga sasaran yaitu:
1. Pembangunan dan peningkatan perbaikan mental dan kerohanian.
2. Pembangunan ekonomi.
3. Pembangunan Prasarana yang meliputi jalan-jalan, air dsb.

8. Keterangan angka

1. Lekuk gelombang laut sebanyak 17 melambangkan tanggal 17.
2. Lubang tapal kuda berjumlah 8 melambangkan bulan Agustus.
3. Daun dan biji jati melambangkan angka 45.
dengan demikian masyarakat Kabupaten Tuban menjnjung tinggi hari Proklamasi Kemerdekaan Negara Indonesia. Semangat Proklamasi menjiwai perjuangan dan cita-cita masyarakat Kabupaten Tuban.

Di Kesempatan kali ini kami mencoba memposting tentang tempat wisata di Kabupaten Tuban

A. Goa Akbar

Goa akbar adalah salah satu tempat wisata yang cukup popouler di kabupaten tuban,tempatnya yang cukup strategis,yang tepatnya terletak di pinggir pasar baru tuban,sehingga banyak wisatawan yang berkunjung kesana,bukan hanya keelokan pemandangan(arsitektur batu,keindahan panorama dll) tapi juga karena tiket masuknya yang murah(Kurang dari 5ribu perak)

B.MAKAM SUNAN BONANG

Makam sunan adalah tempat wisata yang sangat sering di kunjungi oleh wisatawan atau warga tuban khususnya Umat islam karena selain untuk menikmati panorama yang ada di sekitarnya,juga merupakan tempat untuk berziarah,dan selain itu kita juga bisa membeli segala peralatan sholat disana

C. AIR TERJUN NGLIRIP

Tempat ini merupakan tempat wisata di tuban yang berada di kecamatan singgahan lokasinya yang dekat hutan dan memiliki pemandangan yang luar biasa indahnya menjadi daya tarik tersendiri di air terjun nglirip ini,selain itu di sini juga tidak di pungut biaya alias gratisssss.

D. MASJID AGUNG TUBAN

Masjid agung merupakan masjid yang terbesar di kabupaten Tuban selain digunakan untuk tempat beribadah juga bisa di gunakan untuk tempat singgah sementara bagi wisatawan dari luar kota,masjid ini lokasinya dekat alon-alon dan berdampingan dengan Makam Sunan Bonang,sehingga sering di sebut ‘Tiga Serangakai’ wisata Tuban.

E. KLENTENG KWAN SING BIO

Di Tuban juga ada Klenteng Kwan Sing Bio,Klenteng tersebut merupakan klenteng terbesar di Asia Tenggara jadi tidak mengherankan jika klenteng tersebut sangat banyak di kunjungi berbagai macam wisatawan,klenteng ini mempunyai keunikan antara lain adalah simbolnya,dimana umumnya simbol klenteng itu naga tapi klenteng Kwan Sing bio justru mempunyai simbol Kepiting,lokasinya yang menhadap ke laut juga mempunyai daya tarik tersendiri.

F. PEMANDIAN BEKTIHARJO

Bektiharjo merupakan salah satu wisata yang terletak di kecamatan semanding tuban,tempat ini banyak di minati oleh para remaja yang ada di wilayah tuban bahkan sampai di luar tuban karena selain digunakan sebagai tempat refreshing juga sebagai tempat Untuk pacaran,dan bektiharjo juga memiliki tempat pemandian yang cukup besar,mulai dari anak-anak sampai orang yang udah bau tanah atau alias udah kakek-kakek bisa kesana.

G. GOA NGERONG

Goa ngerong merupakan wisata yang terletak di kecamatan rengel alias tempat yang cukup tinggi dari kabupaten tuban tapi meskipun lokasinya agak tinggi kecamatan ini sering terkena banjir(Menurut teman kami rIski Toha),kadang – kadang wista ini sepi karena terhalang banjir,meskipun begitu tempat ini masih Eksis untuk menarik para wisatawan karena pemandanganya yang sangat indah(Tapi berhati-hatilah konon kalau ada seseorang yang mengambil ikan dari sana akan terkena kutukan 100tahun atau bisa-bisa anda Turex alias tidak laku kawin.

Category List

Arsip Blog

MARDIYAN RONGGOLAWE. Diberdayakan oleh Blogger.
PEMERINTAHAN

Kabupaten Tuban terdiri dari 19 kecamatan yaitu: Bancar, Bangilan, Grabagan, Jatirogo, Jenu, Kenduruan, Kerek, Merakurak, Montong, Palang, Parengan, Plumpang, Rengel, Semanding, Senori, Singgahan, Soko, Tambakboyo, Widang Sedangkan Kota Tuban sendiri terdiri dari 17 kelurahan yaitu :Doromukti, Sidorejo, Kingking, Kebonsari, Mondokan, Latsari, Sidomulyo, Karang Sari, Ronggomulyo, Baturetno, Sukolilo, Perbon, Sendangharjo, Kutorejo, Karang, Gedongombo, Panyuran

WISATA DAN CINDERAMATA

Di kota Tuban kita bisa mengunjungi beberapa obyek wisata, di antaranya Gua Akbar, Masjid Agung, Makam Sunan Bonang,Ngerong Rengel, Pemandian Bektiharjo, Air Panas Prataan, Air Terjun Nglirip,Goa Suci,Makam Syeh Maulana Ibrahim Asmaraqandi dan Pantai Boom. Cenderamata khas yang bisa dibeli adalah kain tenun (batikgedog) dengan motif yang sangat khas. Motif khas ini juga bisa kita temui dalam bentuk kaos, baju wanita, dan selendang. Disamping itu ada juga cinderamata berupa miniatur tempat berjualan Legen (minuman khas tuban) yang disebut "ONGKEK". Bentuknya seperti tempat berjualan Soto tetapi terbuat dari bambu. Miniatur ini banyak dijual di toko yang menjual oleh-oleh khas Tuban. Selain itu, Tuban juga terkenal sebagai kota Tuak (atau toak dalam bahasa lokal). Tuak adalah cairan (legen)dari tandan buah pohon lontar (masyarakat menyebutnya uwit bogor) yang difermentasikan sehingga sedikit memabukkan karena mengandung alkohol. Sedianya legen dibuat menjadi gula jawa, atau dapat juga langsung diminum sebagai minuman yang menyegarkan dan tentu saja, tidak memabukkan, selain itu buah dari pohon lontar (ental atau siwalan ) ini juga bisa dimakan dan berasa manis serta kenyal.

ASAL-USUL

Kota Tuban memiliki asal usul dalam beberapa versi yaitu yang pertama disebut sebagai TU BAN yang berarti waTU tiBAN (batu yang jatuh dari langit) yaitu batu pusaka yang dibawa oleh sepasang burung dari Majapahit menuju Demak, dan ketika batu tersebut sampai di atas Kota Tuban, batu tersebut jatuh dan dinamakan Tuban. Adapun versi yang kedua yaitu berarti meTU BANyu berarti keluar air, yaitu peristiwa ketika Raden Dandang Wacana (Kyai Gede Papringan) atau Bupati Pertama Tuban yang membuka Hutan Papringan dan anehnya, ketika pembukaan hutan tersebut keluar air yang sangat deras. Hal ini juga berkaitan dengan adanya sumur tua yang dangkal tapi airnya melimpah, dan anehnya sumur tersebut dekat sekali dengan pantai tapi airnya sangat tawar. Ada juga versi ketiga yaitu TUBAN berasal dari kata 'Tubo' atau Racun yang artinya sama dengan nama kecamatan di Tuban yaitu Jenu.

GEOGRAFI

Luas wilayah Kabupaten Tuban 183.994.561 Ha, dan wilayah laut seluas 22.068 km2. Letak astronomi Kabupaten Tuban pada koordinat 111o 30' - 112o 35 BT dan 6o 40' - 7o 18' LS. Panjang wilayah pantai 65 km. Ketinggian daratan di Kabupaten Tuban bekisar antara 0 - 500 mdpl. Sebagian besar wilayah Kabupaten Tuban beriklim kering dengan kondisi bervariasi dari agak kering sampai sangat kering yang berada di 19 kecamatan, sedangkan yang beriklim agak basah berada pada 1 kecamatan. Kabupaten Tuban berada pada jalur pantura dan pada deretan pegunungan Kapur Utara. Pegunungan Kapur Utara di Tuban terbentang dari Kecamatan Jatirogo sampai Kecamatan Widang, dan dari Kecamatan Merakurak sampai Kecamatan Soko. Sedangkan wilayah laut, terbentang antara 5 Kecamatan, yakni Kecamatan Bancar, Kecamatan Tambakboyo, Kecamatan Jenu, Kecamatan Tuban dan Kecamatan Palang. Kabupaten Tuban berada pada ujung Utara dan bagian Barat Jawa Timur yang berada langsung di Perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah atau antara Kabupaten Tuban dan Kabupaten Rembang.Tuban memiliki titik terendah, yakni 0 m dpl yang berada di Jalur Pantura dan titik tertinggi 500 m yang berada di Kecamatan Grabagan. Tuban juga dilalui oleh Sungai Bengawan Solo yang mengalir dari Gresik menuju Solo

SUKU BUDAYA

Tuban mayoritas Suku Budayanya adalah Suku Jawa dan minoritas diantaranya adalah suku lain, seperti suku Madura, suku cina, suku Kalimantan, dll. Kebudayaan asli Tuban beragam, salah satunya adalah sandur. Budaya lainnya adalah Reog yang banyak ditemui di Kecamatan Jatirogo.

PENDIDIKAN

Kualitas Pendidikan di Tuban tergolong sangat baik. Terbukti dengan adanya 3 sekolah yang bertaraf internasional, antara lain, SMP Negeri 1 Tuban, SMA Negeri 1 Tuban, dan SMK Negeri 1 Tuban,SMP Negeri 3 Tuban serta puluhan SMP dan SMA yang bertaraf Nasional. Menurut rencana, ada 1 SD yang akan bertaraf internasional, yakni SD Negeri 1 Kebonsari dan 2 SMP, yakni , SMP Negeri 5 Tuban, dan SMP Negeri 1 Rengel. Berbagai event lomba di juarai oleh pelajar Tuban. Banyak diantaranya adalah sekolah yang berkecimpung dalam dunia Karya Ilmiah Remaja, diantaranya adalah MTsN Tuban, SMP Negeri 1 Tuban, SMP Negeri 3 Tuban, SMP Negeri 4 Tuban, SMP Negeri 6 Tuban, SMP Negeri 7 Tuban, SMP Negeri 1 Rengel, SMP Negeri 1 Jenu, SMP Negeri 1 Jatirogo, SMP Negeri 1 Singgahan,SMA Negeri 3 Tuban,SMA Negeri 1 Tuban, SMA Negeri 2 Tuban, MAN TUBAN, dll. Selain Universitas Sunan Bonang ada institut pendidikan tinggi baru, yaitu Universitas Ronggolawe, yang pada awalnya dikenal sebagai IKIP PGRI TUBAN di Jalan Manunggal. Jurusan bahasa Inggris dari institut ini telah kerjasama dengan sebuah organisasi sukarela Inggris yang bernama Voluntary Service Overseas sejak tahun 1989. Setelah tiga sukarelawan, organisasi lain, yaitu Volunteers in Asia yang berasal dari Amerika Serikat meneruskan tradisi ini dengan mengekspos mahasisiwa serta dosen yang kurang sempat berlatih bahasa sehari-hari. Ketua jurusan Bapak Agus Wardhono telah menjadi doktor (S-3) dalam bidang Linguistik Inggris di Universitas Negeri Surabaya.

DAERAH VITAL KOTA TUBAN

Sebagai Kabupaten, Tuban memiliki tempat penting seperti Kantor Bupati Tuban, Pendopo Kridho Manunggal (yang pernah dirusak dan dibakar massa), Kantor DPRD, Masjid Agung Tuban, GOR Rangga Jaya Anoraga, dll.

TUBAN TEMPOE DOELOE

Pemerintahan Kabupaten Tuban ada sejak tahun 1293 atau sejak pemerintahan Kerajaan Majapahit. Pusat pemerintahannya dulu adalah di Desa Prunggahan Kulon kecamatan Semanding dan kota Tuban yang sekarang dulunya adalah Pelabuhan karena dulu Tuban merupakan armada Laut yang sangat kuat. Asal nama Tuban sudah ada sejak pemerintahan Bupati Pertama yakni Raden Dandang Wacana. Namun, pencetusan tanggal harijadi Tuban berdasarkan peringatan diangkatnya Raden Haryo Ronggolawe pada 12 November 1293. Tuban dulunya adalah tempat yang paling penting dalam masa Kerajaan Majapahit karena memiliki armada laut yang sangat kuat.

TUBAN PADA MASA PENYEBARAN AGAMA ISLAM

Tuban tidak hanya menjadi tempat penting pada masa Kerajaan Majapahit, namun Tuban juga menjadi tempat penting pada masa penyebaran Agama Islam. Hal tersebut dikarenakan Tuban berada di pesisir Utara Jawa yang menjadi pusat Perdagangan arab, dll yang sedang menyebarkan Agama Islam. Hal ini juga berkaitan dengan kisah Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga adalah putra dari Bupati Tuban VIII Raden Tumenggung Haryo Wilotikto. Sunan Kalijaga dikenal sebagai Brandal Loka Jaya, karena sebelum jadi Wali Sunan Kalijaga adalah brandal (preman) yang suka mencuri hasil kekayaan Kadipaten Tuban. Namun, hasil curian tersebut untuk para Fakir Miskin. Lama-kelamaan, perbuatan tersebut diketahui oleh ayahanda Sunan Kalijaga dan diusir dari Kadipaten Tuban. Dalam pengasingannya, Raden Mas Syahid (Sunan Kalijaga) bertemu dengan Sunan Bonang. Sunan Bonang memiliki Tongkat emas yang membuat Raden Syahid menjadi ingin memiliki tongkat tersebut. Sesaat kemudian, Sunan Kalijaga merebut tongkat emas dan Sunan Bonang jatuh tersungkur. Sunan Bonang menangis dan Sunan Kalijaga merasa iba. Akhirnya Sunan Kalijaga mengembalikan Tongkat Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga bertanya bagian mana yang membuat beliau kesakitan. Namun, Sunan Bonang menangis bukan karena kesakitan, tapi beliau menangis karena memutuskan rumput dan beliau berkata bahwa beliau merasa kasihan karena rumput yang tidak bersalah harus mati tercabut karena kesalahan beliau. Sesaat kemudian, beliau menancapkan Tongkat di Pesisir dan menyemburkan air. Tempat tersebut dinamai Sumur Srumbung. Setelah itu, Sunan Bonang menunjukkan Buah Aren yang berwarna emas. Raden Syahidpun tergoda dan memanjat pohon aren tersebut, tapi sebuah aren menimpa kepala beliau dan beliaupun pingsan. Setelah sadar, Raden Syahid diajak Sunan Bonang menuju Sungai di daerah Sekardadi Kecamatan Jenu. Di sana, beliau menjaga tongkat Sunan Bonang yang ditancapkan pada sebuah batu. Anehnya, beliau tertidur selama 2 tahun. setelah sadar, Raden Syahid diberi pakaian dhalang oleh Sunan Bonang dan di Juluki Sunan Kalijaga, maksudnya Kali dalam bahasa Indonesia berarti sungai, dan Jaga dimaksudkan karena sudah menjaga tongkat Sunan Bonang.

TUBAN PADA MASA PENJAJAHAN

Perjuangan masyarakat Tuban dalam melawan penjajah sangatlah gigih. Dengan bersenjatakan Bambu Runcing, mereka melawan penjajah. Namun, strategi masyarakat Tuban adalah dengan menggunakan Tuak, maksudnya, Penjajah disuguhi minuman memabukkan tersebut. Ketika mereka sudah tidak sadarkan diri, mereka menyerang dan menghancurkan pos dan benteng pertahanan penjajah.

TUBAN MASA KINI

Seiring kemajuan zaman, Tuban sekarang tidak sepenting dulu. Tuban sekarang sudah mulai dilupakan oleh masyarakat Indonesia, padahal Tuban mengandung nilai sejarah tinggi dan besar peran serta perjuangan masyarakat Tuban dalam melawan penjajah itu sudah mulai luntur dalam dunia pemerintahan Indonesia saat ini.

Tuban Merupakan Kota Semen pada masa sekarang, Semen Gresik yang terkenal besar di Indonesia pada masa sekarang juga beroperasi dan mendirikan pabrik di daerah Tuban. Selain itu di Tuban juga terdapat beberapa industri skala internasional, terutama dibidang Oil & Gas. Perusahaan yang beroperasi di Tuban antaralain PETROCHINA (di kecamatan Soko) yang menghasilkan minyak mentah, serta ada juga PT. TPPI & PERTAMINA TTU (di kecamatan Jenu)

Untuk pendidikan Tuban tidak kalah dengan daerah lain dipulau jawa, sudah sangat sedikit masyarakat Tuban yang buta huruf bahkan tinggal seberapa persennya, untuk pendidikan rata-rata masyarakat sudah mencapai pendidikan SMA.

H. MUSEUM KAMBANG PUTIH

Museum kambang Putih merupakan satu-satunya museum yang berada di kabupaten tuban,Lokasinya yang sangat strategis alias di tengah kota Tuban lebih tepatnya lagi bersebelahan dengan alon-alon,masjid agung,dan makam sunan bonang cukup ramai di kunjungi penduduk setempat dan juga wisatawan dari luar kota,di museum kambang putih kita akan menemukan sejarah-sejarah jaman dahulu yang berada di Kabupaten Tuban.

Ads 468x60px

  • Code Test

    Suspendisse neque tellus, malesuada in, facilisis et, adipiscing sit amet, risus. Sed egestas. Quisque mauris. Duis id ligula. Nunc quis tortor. In hendrerit, quam vitae mattis...

Bookmark Us

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites

Featured Posts Coolbthemes

Search Box

 
© Copyright 2010-2011 apakabartuban All Rights Reserved.
Template Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.